“Tiga Tahun ana menyimpan namanya didalam do’a, namun dipatahkan oleh
Takdir. Getir, Ukhti:’)”
***
Berhari-hari kita berkomunikasi via Whats App, mencoba saling menguatkan dan mengingatkan dalam
kesabaran karena Allah. Begitu rumit. Terlebih jika sudah bicara soal hati,
dakwah, nikah, dan masa depan.Izinkan saya untuk berbagi beberapa hikmah dari cerita
sahabat saya ini. Insya Allah sudah mendapatkan izin dari yang bersangkutan,
atau sebut saja “Mawar”, halah :D
Semoga bermanfaat
-----------
1. 1. Jatuh
Hati
Pertama tama
tentang fitrah sebagai seorang manusia. Fitrah sebagai seorang wanita atau lelaki dalam menyimpan
segala rupa rasa didalam dada. Tidak ada yang salah tentang Jatuh Hati. Apapun
bentuk dan cara yang menggiring mereka dalam penumbuh-kembangan soal rasa itu,
biarlah Allah Yang Lebih Tahu. Tapi sejauh yang kita lihat, semua berawal saat
ditempatkan dalam amanah yang sama, saat dipertemukan dalam moment moment
dakwah yang sama, saat memiliki visi dan misi keummatan yang sama. Lalu “ia”
hadir, tanpa perlu diundang, tanpa perlu ada permulaan, tanpa perlu ada embel
embel komitmen dalam bentuk apapun. Semua mengalir begitu saja, dalam frame dakwah dan kebaikan. Hingga tiba
masanya, barangkali hati wanita yang begitu lembut ini sudah berada pada
puncaknya. Ditambah kekhawatiran tentang formasi lelaki dan wanita shalih(ah)
tidak sebanding. Juga keyakinan bahwa
seseorang yang baik itu…. Harus Diperjuangkan!
***
“Menkk, bagaimana pendapatmu tentang seorang
wanita yang mengungkapkan perasaannya terlebih dahulu?” – That’s a point.
Ini point Pertama, ada paradigma atau cara berpikir yang perlu kita luruskan;
bahwa mengungkapkan perasaan bagi wanita tidak selamanya menjatuhkan izzah dan
iffah mereka sebagai muslimah. Karena
ini justru akan menjadi lebih baik dan lebih mulia dibanding memberikan
“kode” dalam bentuk apapun, berlama-lama menyelisihi nafsu dalam berinteraksi
dengan si “dia”, atau menyimpan harap yang tak kunjung terselesaikan.
“Jika ia lelaki baik, maka jawabannya akan
memuliakan mu. Entah itu menolak maupun menerima”, closing saya saat itu.
Dari sekian
bacaan para Akhwat Single (haduh), salah satu Sub Temanya adalah tentang
bagaimana cara ikhtiar yang perlu dilakukan. Tema ini berkali kali diulas dan
ditulis oleh Ustdz. Salim A Fillah dalam postingan maupun bukunya. Juga
beberapa yang lainnya, dengan mengambil teladan dari kisah shahabiyah
terdahulu. Pilihannya ada tiga, jika Jatuh Hati : Menyatakan Langsung, melalui
perantara keluarga, atau bisa lewat teman (untuk sumber bisa dicari rujukannya
di Google). Dengan melakukan analisis yang mendalam dan mempersiapkan diri atas
berbagai risiko, saudari saya ini memilih No. 1. Dia Jatuh Hati, dan dia berupaya mempertanggungjawabkannya!
2 2.
Patah
Hati
“Assalamu’alaikum Wr.Wb.
Bissmillah…. Semoga Akhina selalu berada
dalam lindungan Allah.SWT.
Melalui pesan singkat ini, izinkan ana untuk
menyampaikan sesuatu yang barangkali mungkin bukan hal yang biasa. Tapi
mudah-mudahan, dari kebaikan dan perjalanan dakwah yang antum lakoni semoga
menjadi alasan yang kuat bagi Ana untuk melakukan Ikhtiar dalam menyempurnakan
separuh agama ana, dengan sebuah pertanyaan sederhana; “Jika Akhina siap dan
memiliki niat yang sama untuk menyempurnakan agama, insya Allah Ana siap untuk
melakukan proses Ta’aruf lebih lanjut.”
Tidak ada yang Ana harapkan kecuali
kebaikan. Dan jawaban antum, apapun itu juga adalah kebaikan. Jika memang Ya
ana akan berikan Kontak Murobbi Ana, jika memang Tidak antum bisa anggap Ana
tidak pernah mengatakan apa-apa.
Sekian,
Syukran Jazaakallah Khair”
***
Ini format pesan
dan “cara” yang beliau pilih kepada seorang hafidz 13 Juz. Masya Allah. Saya
yakin atas setiap analisisnya pasti ada alasan kuat kenapa “dia” harus
diperjuangkan. Mengagetkan. Lelaki tersebut juga memiliki perasaan yang sama, yang
sebelumnya tidak pernah ia ungkapkan. Dengan pesan ini, setidaknya rasa
penasaran sebagai persoalan pertama sudah dituntaskan. Lega. Seolah-olah rasanya
terlepas dari beban yang sudah disimpan tiga tahun terakhir (sok tahu rasanya
yah :D). Lalu proses syar’iyyah berjalan. Kedua Murobbi (ustadz(ah)) juga
sepakat untuk melanjutkan ke tahap berikutnya. Proses menuju perkenalan
berjalan normal, sampai pada titik orang
tua dan adat, mulai memiliki kendala. Masing-masing pihak keluarga tidak mengizinkan
untuk diteruskan dikarenakan ada aturan adat yang tidak bisa dilanggar. Harapan
dan rencana yang dibangun seolah olah runtuh seketika. Semua pupus menyisakan
luka mendalam. Tidak hanya bagi satu pihak, melaikan keduanya. Ukhti yang saya
kenal semangat yang bergelora ini, seolah olah energy positifnya terampas. Kini
ia ringkih, tak berdaya, dan menyimpan luka yang begitu dalam.
“Tiga
Tahun ana menyimpan namanya didalam do’a, namun dipatahkan oleh Takdir. Getir,
Menkk:’)”
Dalam satu
waktu, Mereka Jatuh Hati dan Patah Hati secara bersamaan. Begitu sulit untuk
kembali membangun harapan. Tapi Hidup harus terus berjalan. Hari kemarin begitu
menjadi pelajaran. Kedepan ia berjanji tak lagi begini, katanya :”)
3 3.
Membenahi
Hati
“Setelah ini, ana
justru semakin bersemangat menyelesaikan hafalan.”
– Mawar
Allahu Akbar.
Terus terang saya terhenyak membaca pesan ini. Memang tidak mudah, dan ini
butuh waktu yang lama. Tapi kini ia sedang berjuang memulihkan hati dan
keprcayaannnya kembali. Peristiwa itu, sungguh menjengkelkan. Membuat dirinya
kesal sebab syaitan menjadikannya takut untuk Jatuh Hati lagi, takut untuk membuka
hati lagi bagi “pendatang baru”. Peristiwa itu, oleh para syaitan menjadikannya
ragu akan janji Allah, serta memudarkan harapan kepada Allah. Peristiwa itu,
ternyata cukup berhasil membuatnya “buta” dan memaksa Allah untuk menakdirkannya
ber-imam-kan sang ikhwan.
“Menkk,
kisah ini…persis seperti Ayat-Ayat Cinta, Fakhri sudah menemukan Sungai Nil nya
dan itu bukan akuL”
“Menkk,
semua tentangnya masih terngiang hebat dalam ingatan. Ketika dia kerumah dengan
Murobbinya, begitu hebat rasanya rencana yang nantinya kelak akan kita lakukan
setelah pernikahanL”
“Menkk,
begitu besar keinginan Ana untuk dia menjadi imam anaL”
“Menkk,
kalau anti lihat ana sekarang sudah begitu kurus dan ringkihL”
Hati siapa yang
tidak pilu mendengar ini semua?
Tapi hari ini ia
sudah lebih baik. Justru semakin banyak karya yang ia hasilkan. Do’a terbaik
selalu untuk dia diseberang Kota sana, semoga Allah membimbing hatimu dan
hatiku dalam menuju cintaNya:”)
Sebenarnya saya sudah tidak memiliki keinginan untuk
menulis seuatu tentang cinta, hati, dan perasaan. Tapi peristiwa ini banyak
sekali hikmah yang bisa kita ambil. Beberapanya ;
1. Berani jatuh
cinta, berani Bertanggungjawab! Saya tidak katakan cara yang diambil oleh
ukhti shalihah ini adalah cara yang salah atau buruk. Justru ini lebih
menjadikan diri kita, Muslimah, lebih elegan daripada memberikan kode-kodean.
Tentu tidak semua sepakat dengan saya, dan tidak semuanya menganggap ini baik.
Its Your Choice, Sis. Itu pilihan. Ada yang meyakini Jodoh sebagai Takdir
Mutlak yang tidak harus diperjuangkan dengan cara cara teknis, Silahkan, atau
ada yang meyakini jodoh adalah Takdir Tidak Mutlak dan beringsut menuju upaya
juga silahkan. Ada yang memilih cara menunggu dengan do’a dan kepsrahan
silahkan, ada juga yang memilih turut memperjuangkan dengan cara yang syar’I
juga silahkan. Yang paling penting kita tidak boleh saling menghakimi pilihan
mereka yang berseberangan dengan pemahaman kita. Sebab kita tidak tahu, siapa
yang lebih baik dan yang lebih mulia dengan caranya. Jadi yang mana pilihanmu;)
?
2. Jatuh cintalah dengan orang yang tepat. Pilihan
yang tepat, adalah pilihan yang mengutamakan dan mendahulukan Allah didalamnya.
Baik melalui amalan maupun pencapaian. Dan Masya Allah, keduanya ada pada diri
lelaki yang ia “pilih”. Hafidz 13 Juz dan memiliki amanah dakwah. Karena kita
harus yakin, ketika pandangan Allah yang utama dan yang kita dahulukan dalam
hal apapun pasti akan membawa kebaikan untuk dunia dan akhirat kita. Tidak
hanya untuk Jodoh loh ya, semuanya. Kerjaan, bisnis, sahabatan, dan apapun.
Bener apa betul ?:D
3. Jaga diri baik baik dari cinta yang salah. Urusan
mengutarakan rasa bukan hanya soal melepaskan rasa penasaran dan menghilangkan
beban. Tapi kita, jauh sebelum mengungkapkan, sebisanya menjaga diri dari Jatuh
Cinta yang salah. Jaga diri dari Cinta yang keliru. Karena kalau cuma hanya
untuk melepaskan sesak didada, khawatir
itu justru dari nafsu yang menipu. Jadi, jaga diri baik-baik sebelum yakin untuk
mengutarakan :’)
4. Arti setia, justru adalah ketika kita
berdo’a tanpa nama. Nah kalau yang ini beda lagi. Beberapa tahun yang lalu
saya mendapatkan sebuah kelimat seperti ini. Sampai hari ini masih ingin
begini. Justru Setia itu, adalah bukan ketika kita menyimpan sebuah nama dalam
do’a kita, melainkan ketika kita berdo’a justru tanpa nama. Ngerti ngga? Hm….
Intinya sih begini, beberapa pengalaman pribadi menunjukkan bahwa penilaian
kita sebagai manusia benar benar terbatas. Seseorang yang baik dimata kita,
belum tentu sama dimata Allah. Dan seseorang yang buruk menurut kita, belum
tentu buruk dimata Allah. Intinya kita ngga tahu siapa yang baik dan siapa yang
buruk, akhirnya..yaudah kita do’anya ngga pake label label nama siapapun. Cukup
ditutup dengan “Yang terbaik menurut
Allah”, sepertinya lebih melegakan. Kenapa lega? Karena kita tidak
menyimpan harapan apa-apa pada manusia. Allah ngga suka yang begini. Allah
maunya Dia diutamakan, tidak diduakanJ.
Tapi bukan berarti yang begini ngga pernah jatuh cinta loh ya. Apalagi
Abnormal. Bukaaaaaaan T.T (haduh)
5. Pahami bahwa sarana menuju Allah begitu
banyak, dan menikah adalah salah satunya. Jika Allah belum pertemukan aku dan
kamu, artinya kita harus mencari “cara lain” dalam upaya menuju Dia. Ada
sebuah pesan sederhana yang akhir-akhir ini menjadi sarana introspeksi bagi
saya pribadi,“Kita semua sepakat pernah jatuh dalam kegalauan. Namun segeralah
sudahi dengan cara: 1. Segeralah menikah 2. Jika belum mampu, ganti bahan
bacaan dan topik obrolan” - (Lanina
Lathifa). Tegas, ya? Tegas Banget malahan. Artinya kalau kita belum mampu
menikah – belum mampu bisa berarti belum Allah pertemukan meskipun kita sudah
ikhtiar maksimal, maka ganti bacaan dan topic obrolan. Ngganti bahan bacaan
bukan berarti kita menutup mata dan telinga dari ilmu pernikahan dan Rumah
Tangga, tapi mbok ya itu Syarah Hadist Arba’innya dikhatamin dulu, Psikologi
Suami Istri juga bisa dijadikan bahan bacaan selingan. Ganti semua topic bacaan
yang galau menuju tema yang menambah ilmu dan wawasan. Juga, topic obrolan –
termasuk status galau diminimalisir, becandaan dan pembuliyyah tidak usah terlalu
ditanggapi, atau chatting pribadi maupun grup jangan lagi digiring mengarah ke
tema Jomblo, Nikah, dan kawan kawannya. Ngga lagi-lagi, ya ShalihahL
***********
Akhirul Kalam, tidak ada yang saya harapkan
kecuali kebaikan. Kebaikan untuk saya dan kita semua terutama bagi saya dan
atau (apalagi) yang mengalami dan menjalani. Juga untuk yang membaca. Tulisan
ini bukan untuk menghadirkan topic pembuliyyan baru. Hanya berbagi hikmah seru
\^^//
Eh, tapi seru
atau engganya balik kekita lagi J
Udah. Maaf
kalau ada yang ngga suka dan ngga sepakat. Kritik dan Masukan bisa di Message.
Salam dari
kami,
Saya dan Mawar
Bukittinggi, 24
Juli 2016
23:54 WIB