Selalu saja persoalan hati tidak semudah yang dipahami. Adakalanya ia begitu kuat menghadapi apa yang dilewati, ada kalanya ia melemah bahkan menyerah terhadap keadaan diluar kendalinya. Tentu menyerah bukan satu satunya pilihan terbaik dari segala pilihan yang dihadapkan. Tapi tentu pula memahami maksud semua yang ditakdirkan adalah juga sebuah kepayahan, dan tak semuanya mampu kita mengerti dengan utuh, bukan?
Kali ini, atau dari beberapa
waktu yang lalu lamanya tidak ingin benar benar menguras energi dan pikiran
tentang apa apa yang tak selayaknya dipikirkan. Tapi harus bagaimana, toh
setiap hari yang dilewati juga adalah takdir yang sedang kita perjuangkan,
bukan?
Atas segala daya dan tenaga, barangkali
ada yang memilih diam dan tak berupaya
apa apa. Ada pula yang gigih dalam mengupayakan segala cara dan rupa. Posisi mu,
ada dimana? Apa masih merasakan
kebingungan yang kian memayahkan, atau begitu mudah dalam memahami keadaan dan
mengambil sikap atas setiap yang dilewati?
Lagi lagi, saya masih terkagum
kagum atas kuatnya hatimu, wahai ukhti. Sekuatnya aku ingin pula begitu. Menyimpan
harap dalam do’a, diam diam membiarkan Tuhan menghapus segala apa yang tak
layak untuk dipendam. Dengan begini, setidaknya kita masih mempertahan kan “nama
baik” dihadapan manusia.
Namun, semulianya wanita,
bukankah dia juga berhak untuk jatuh cinta dengan fitrahnya? Membiarkan hatinya
mendayu syahdu, menghembuskan nama”nya” atas nama cinta yang harus
diperjuangkan.
“Ah tidak, Shalihah. Kusisipkan namanya lebih dari tujuh tahun dalam do’a.
Aku hanya sedang memberi ruang pada takdir untuk memilihkan yang terbaik dalam
penerimaanku. Kalaupun harus mundur, aku tak ingin menjadi yang pertama. Tapi memilih
memperjuangkan, juga bukan yang terbaik. Setidaknya untuk saat ini”
Oh baik. Aku paham. Ini tentang hati yang terperangkap, takdir yang
mendahului, serta proses dalam penantian dari setiap munajat yang diangkat ke
langit.
***
Akan ku pahami satu per satu.
1 1.
Hatimu Menjadi Penentu
Bukankah seringkali kita mendengar tentang hadist
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam yang berbunyi , “Ketahuilah, sesungguhnya dalam tubuh
manusia ada segumpal daging, jika segumpal daging itu baik, maka akan baik
seluruh tubuh manusia, dan jika segumpal daging itu buruk, maka akan buruk
seluruh tubuh manusia, ketahuilah bahwa segumpal daging itu adalah hati
manusia.” (HR.
Bukhari dan Muslim)
Lalu
hari ini, apa yang menguasai hatimu, ukhti? Jika hasil yang baik adalah dari
hati yang baik, maka tentu menjadi sebuah catatan bagi kita untuk mengakrabkan
hati dengan kebaikan pula. Hatimu menjadi penentu, disaat semua menjadi
tak beraturan. Hatimu menjadi penunjuk arah, ketika jasad justeru sedang
kebingungan mengambil langkah dan sikap atas keadaan.
Karenanya
mari pahami dan lakukan apa yang dilantuntkan oleh Opik dalam menjaga dan
mengobati hati yang tak sehat, diantaranya: Membaca Qur’an dan maknanya, Sholat Malam dirikanlah, Berkumpullah Dengan
Orang Sholeh, Perbanyaklah Berpuasa, Dzikir Malam Perpanjanglah. Ini
menurut Opik, kalaupun kita mau menambahkan silahkan, misalnya menghadiri
majelis majelis ilmu, memperbanyak shadaqah, puasa sunnah, dan lain sebagainya.
Oh ya, saling mendo’akan juga
2.
Tantang Taqdir yang melewati batas
suka dan tak suka
Aa
Gym, dalam salah satu materi tausiyahnya menyampaikan, bahwa kunci untuk mudah
dalam menjalani hidup ini, salah satunya, adalah siap menerima apa yang kita suka dan tak suka. Persoalan taqdir
tentu bukan kaplingnya kita. Manusia, as
a human hanya diminta untuk ikhtiar dan berdo’a. Selebihnya, serahkan
kepada Allah. Jika tawakkal telah paripurna, bisa jadi kita akan lebih mudah
dan siap dalam menerima apa yang tidak kita suka. Ini mudah? Tentu saja tidak. Butuh
latihan terus menerus. Butuh do’a yang dilipat gandakan. Butuh upaya dalam memahami. Semoga
Allah mudahkan kita dalam mempersiapkan diri, untuk menerima apa yang kita
suka, maupun tidak, ya Shalihah. Karena sampai detik ini pun aku masih belajar,
tentang bagaimana sikap dalam penerimaan dan kerelaan atas takdir yang
menghampiri.
3.
Penantian terhadap do’a yang
dilangitkan
Proses
pegabulan do’a ada tahapannya. Mulai dari tata cara hingga jawaban yang begitu
elegan akan kita dapatkan jika kita memahami bahwa tidak semua do’a Allah kabulkan sesuai dengan apa yang kita inginkan.
Aktifitas
berdo’a itu sendiri adalah ibadah, sekaligus bahagian dari ikhtiar. Persoalan dikabulkan
atau tidaknya biarlah menjadi urusan Allah. Sedangkan aktifitasnya kita tetap
ternilai ibadah. Masya Allah. Allah hadirkan bagi kita cara sekaligus jawaban. Bisa
jadi do’a do’a yang kita panjatkan Allah kabulkan diwaktu yang kita “tentukan”,
bisa pula ia berupa penggantian dan pengalihan atas taqdir yang lainnya, atau bisa
juga Allah simpan, tidak dikabulkan sama sekali selama didunia tetapi nanti,
kelak diakhirat Allah berikan dan tunjukkan kita pahala sebesar gunung yang
merupakan do’a do’a kita yang tertunda. Masya Allah. Masya Allah. Masya Allah
Cerita
tentang do’a memang tidak pernah ada habisnya, bahwa Allah selalu punya cara
terindah dalam mengganti dan menjawab segala do’a yang kita langit-kan.
***
Selamat menanti jawaban, atas segala pinta yang dihaturkan:)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar