"Wahai orang-orang yang beriman!Jika kamu menolong (agama) Allah, niscaya Dia akan menolongmu dan meneguhkan kedudukanmu-Muhammad:7"

Senin, 25 Juli 2016

Disatu waktu, Jatuh Hati dan Patah Hati bukanlah hal yang mudah


“Tiga Tahun ana menyimpan namanya didalam do’a, namun dipatahkan oleh Takdir. Getir, Ukhti:’)”
 
***
Berhari-hari kita berkomunikasi via Whats App, mencoba saling menguatkan dan mengingatkan dalam kesabaran karena Allah. Begitu rumit. Terlebih jika sudah bicara soal hati, dakwah, nikah, dan masa depan.Izinkan saya untuk berbagi beberapa hikmah dari cerita sahabat saya ini. Insya Allah sudah mendapatkan izin dari yang bersangkutan, atau sebut saja “Mawar”, halah :D

Semoga bermanfaat

-----------

1.      1. Jatuh Hati

Pertama tama tentang fitrah sebagai seorang manusia. Fitrah sebagai  seorang wanita atau lelaki dalam menyimpan segala rupa rasa didalam dada. Tidak ada yang salah tentang Jatuh Hati. Apapun bentuk dan cara yang menggiring mereka dalam penumbuh-kembangan soal rasa itu, biarlah Allah Yang Lebih Tahu. Tapi sejauh yang kita lihat, semua berawal saat ditempatkan dalam amanah yang sama, saat dipertemukan dalam moment moment dakwah yang sama, saat memiliki visi dan misi keummatan yang sama. Lalu “ia” hadir, tanpa perlu diundang, tanpa perlu ada permulaan, tanpa perlu ada embel embel komitmen dalam bentuk apapun. Semua mengalir begitu saja, dalam frame dakwah dan kebaikan. Hingga tiba masanya, barangkali hati wanita yang begitu lembut ini sudah berada pada puncaknya. Ditambah kekhawatiran tentang formasi lelaki dan wanita shalih(ah) tidak sebanding. Juga keyakinan bahwa seseorang yang baik itu…. Harus Diperjuangkan!

***
“Menkk, bagaimana pendapatmu tentang seorang wanita yang mengungkapkan perasaannya terlebih dahulu?” – That’s a point. Ini point Pertama, ada paradigma atau cara berpikir yang perlu kita luruskan; bahwa mengungkapkan perasaan bagi wanita tidak selamanya menjatuhkan izzah dan iffah mereka sebagai muslimah. Karena ini justru akan menjadi lebih baik dan lebih mulia dibanding memberikan “kode” dalam bentuk apapun, berlama-lama menyelisihi nafsu dalam berinteraksi dengan si “dia”, atau menyimpan harap yang tak kunjung terselesaikan.
 “Jika ia lelaki baik, maka jawabannya akan memuliakan mu. Entah itu menolak maupun menerima”, closing saya saat itu.

Dari sekian bacaan para Akhwat Single (haduh), salah satu Sub Temanya adalah tentang bagaimana cara ikhtiar yang perlu dilakukan. Tema ini berkali kali diulas dan ditulis oleh Ustdz. Salim A Fillah dalam postingan maupun bukunya. Juga beberapa yang lainnya, dengan mengambil teladan dari kisah shahabiyah terdahulu. Pilihannya ada tiga, jika Jatuh Hati : Menyatakan Langsung, melalui perantara keluarga, atau bisa lewat teman (untuk sumber bisa dicari rujukannya di Google). Dengan melakukan analisis yang mendalam dan mempersiapkan diri atas berbagai risiko, saudari saya ini memilih No. 1. Dia Jatuh Hati, dan dia berupaya mempertanggungjawabkannya!

2     2. Patah Hati

“Assalamu’alaikum Wr.Wb.
Bissmillah…. Semoga Akhina selalu berada dalam lindungan Allah.SWT.

Melalui pesan singkat ini, izinkan ana untuk menyampaikan sesuatu yang barangkali mungkin bukan hal yang biasa. Tapi mudah-mudahan, dari kebaikan dan perjalanan dakwah yang antum lakoni semoga menjadi alasan yang kuat bagi Ana untuk melakukan Ikhtiar dalam menyempurnakan separuh agama ana, dengan sebuah pertanyaan sederhana; “Jika Akhina siap dan memiliki niat yang sama untuk menyempurnakan agama, insya Allah Ana siap untuk melakukan proses Ta’aruf lebih lanjut.”

Tidak ada yang Ana harapkan kecuali kebaikan. Dan jawaban antum, apapun itu juga adalah kebaikan. Jika memang Ya ana akan berikan Kontak Murobbi Ana, jika memang Tidak antum bisa anggap Ana tidak pernah mengatakan apa-apa.

Sekian,
Syukran Jazaakallah Khair”




***

Ini format pesan dan “cara” yang beliau pilih kepada seorang hafidz 13 Juz. Masya Allah. Saya yakin atas setiap analisisnya pasti ada alasan kuat kenapa “dia” harus diperjuangkan. Mengagetkan. Lelaki tersebut juga memiliki perasaan yang sama, yang sebelumnya tidak pernah ia ungkapkan. Dengan pesan ini, setidaknya rasa penasaran sebagai persoalan pertama sudah dituntaskan. Lega. Seolah-olah rasanya terlepas dari beban yang sudah disimpan tiga tahun terakhir (sok tahu rasanya yah :D). Lalu proses syar’iyyah berjalan. Kedua Murobbi (ustadz(ah)) juga sepakat untuk melanjutkan ke tahap berikutnya. Proses menuju perkenalan berjalan normal, sampai pada titik orang tua dan adat, mulai memiliki kendala. Masing-masing pihak keluarga tidak mengizinkan untuk diteruskan dikarenakan ada aturan adat yang tidak bisa dilanggar. Harapan dan rencana yang dibangun seolah olah runtuh seketika. Semua pupus menyisakan luka mendalam. Tidak hanya bagi satu pihak, melaikan keduanya. Ukhti yang saya kenal semangat yang bergelora ini, seolah olah energy positifnya terampas. Kini ia ringkih, tak berdaya, dan menyimpan luka yang begitu dalam.

“Tiga Tahun ana menyimpan namanya didalam do’a, namun dipatahkan oleh Takdir. Getir, Menkk:’)”

Dalam satu waktu, Mereka Jatuh Hati dan Patah Hati secara bersamaan. Begitu sulit untuk kembali membangun harapan. Tapi Hidup harus terus berjalan. Hari kemarin begitu menjadi pelajaran. Kedepan ia berjanji tak lagi begini, katanya :”)

3    3. Membenahi Hati

“Setelah ini, ana justru semakin bersemangat menyelesaikan hafalan.” – Mawar

Allahu Akbar. Terus terang saya terhenyak membaca pesan ini. Memang tidak mudah, dan ini butuh waktu yang lama. Tapi kini ia sedang berjuang memulihkan hati dan keprcayaannnya kembali. Peristiwa itu, sungguh menjengkelkan. Membuat dirinya kesal sebab syaitan menjadikannya takut untuk Jatuh Hati lagi, takut untuk membuka hati lagi bagi “pendatang baru”. Peristiwa itu, oleh para syaitan menjadikannya ragu akan janji Allah, serta memudarkan harapan kepada Allah. Peristiwa itu, ternyata cukup berhasil membuatnya “buta” dan memaksa Allah untuk menakdirkannya ber-imam-kan sang ikhwan.

“Menkk, kisah ini…persis seperti Ayat-Ayat Cinta, Fakhri sudah menemukan Sungai Nil nya dan itu bukan akuL”
“Menkk, semua tentangnya masih terngiang hebat dalam ingatan. Ketika dia kerumah dengan Murobbinya, begitu hebat rasanya rencana yang nantinya kelak akan kita lakukan setelah pernikahanL”
“Menkk, begitu besar keinginan Ana untuk dia menjadi imam anaL”
“Menkk, kalau anti lihat ana sekarang sudah begitu kurus dan ringkihL”

Hati siapa yang tidak pilu mendengar ini semua? 

Tapi hari ini ia sudah lebih baik. Justru semakin banyak karya yang ia hasilkan. Do’a terbaik selalu untuk dia diseberang Kota sana, semoga Allah membimbing hatimu dan hatiku dalam menuju cintaNya:”)

Sebenarnya saya sudah tidak memiliki keinginan untuk menulis seuatu tentang cinta, hati, dan perasaan. Tapi peristiwa ini banyak sekali hikmah yang bisa kita ambil. Beberapanya ;

1.   Berani jatuh cinta, berani Bertanggungjawab! Saya tidak katakan cara yang diambil oleh ukhti shalihah ini adalah cara yang salah atau buruk. Justru ini lebih menjadikan diri kita, Muslimah, lebih elegan daripada memberikan kode-kodean. Tentu tidak semua sepakat dengan saya, dan tidak semuanya menganggap ini baik. Its Your Choice, Sis. Itu pilihan. Ada yang meyakini Jodoh sebagai Takdir Mutlak yang tidak harus diperjuangkan dengan cara cara teknis, Silahkan, atau ada yang meyakini jodoh adalah Takdir Tidak Mutlak dan beringsut menuju upaya juga silahkan. Ada yang memilih cara menunggu dengan do’a dan kepsrahan silahkan, ada juga yang memilih turut memperjuangkan dengan cara yang syar’I juga silahkan. Yang paling penting kita tidak boleh saling menghakimi pilihan mereka yang berseberangan dengan pemahaman kita. Sebab kita tidak tahu, siapa yang lebih baik dan yang lebih mulia dengan caranya. Jadi yang mana pilihanmu;) ?

2.  Jatuh cintalah dengan orang yang tepat. Pilihan yang tepat, adalah pilihan yang mengutamakan dan mendahulukan Allah didalamnya. Baik melalui amalan maupun pencapaian. Dan Masya Allah, keduanya ada pada diri lelaki yang ia “pilih”. Hafidz 13 Juz dan memiliki amanah dakwah. Karena kita harus yakin, ketika pandangan Allah yang utama dan yang kita dahulukan dalam hal apapun pasti akan membawa kebaikan untuk dunia dan akhirat kita. Tidak hanya untuk Jodoh loh ya, semuanya. Kerjaan, bisnis, sahabatan, dan apapun. Bener apa betul ?:D

3.   Jaga diri baik baik dari cinta yang salah. Urusan mengutarakan rasa bukan hanya soal melepaskan rasa penasaran dan menghilangkan beban. Tapi kita, jauh sebelum mengungkapkan, sebisanya menjaga diri dari Jatuh Cinta yang salah. Jaga diri dari Cinta yang keliru. Karena kalau cuma hanya untuk  melepaskan sesak didada, khawatir itu justru dari nafsu yang menipu. Jadi, jaga diri baik-baik sebelum yakin untuk mengutarakan :’)

4.    Arti setia, justru adalah ketika kita berdo’a tanpa nama. Nah kalau yang ini beda lagi. Beberapa tahun yang lalu saya mendapatkan sebuah kelimat seperti ini. Sampai hari ini masih ingin begini. Justru Setia itu, adalah bukan ketika kita menyimpan sebuah nama dalam do’a kita, melainkan ketika kita berdo’a justru tanpa nama. Ngerti ngga? Hm…. Intinya sih begini, beberapa pengalaman pribadi menunjukkan bahwa penilaian kita sebagai manusia benar benar terbatas. Seseorang yang baik dimata kita, belum tentu sama dimata Allah. Dan seseorang yang buruk menurut kita, belum tentu buruk dimata Allah. Intinya kita ngga tahu siapa yang baik dan siapa yang buruk, akhirnya..yaudah kita do’anya ngga pake label label nama siapapun. Cukup ditutup dengan “Yang terbaik menurut Allah”, sepertinya lebih melegakan. Kenapa lega? Karena kita tidak menyimpan harapan apa-apa pada manusia. Allah ngga suka yang begini. Allah maunya Dia diutamakan, tidak diduakanJ. Tapi bukan berarti yang begini ngga pernah jatuh cinta loh ya. Apalagi Abnormal. Bukaaaaaaan T.T (haduh)


5.   Pahami bahwa sarana menuju Allah begitu banyak, dan menikah adalah salah satunya. Jika Allah belum pertemukan aku dan kamu, artinya kita harus mencari “cara lain” dalam upaya menuju Dia. Ada sebuah pesan sederhana yang akhir-akhir ini menjadi sarana introspeksi bagi saya pribadi,“Kita semua sepakat pernah jatuh dalam kegalauan. Namun segeralah sudahi dengan cara: 1. Segeralah menikah 2. Jika belum mampu, ganti bahan bacaan dan topik obrolan” - (Lanina Lathifa). Tegas, ya? Tegas Banget malahan. Artinya kalau kita belum mampu menikah – belum mampu bisa berarti belum Allah pertemukan meskipun kita sudah ikhtiar maksimal, maka ganti bacaan dan topic obrolan. Ngganti bahan bacaan bukan berarti kita menutup mata dan telinga dari ilmu pernikahan dan Rumah Tangga, tapi mbok ya itu Syarah Hadist Arba’innya dikhatamin dulu, Psikologi Suami Istri juga bisa dijadikan bahan bacaan selingan. Ganti semua topic bacaan yang galau menuju tema yang menambah ilmu dan wawasan. Juga, topic obrolan – termasuk status galau diminimalisir, becandaan dan pembuliyyah tidak usah terlalu ditanggapi, atau chatting pribadi maupun grup jangan lagi digiring mengarah ke tema Jomblo, Nikah, dan kawan kawannya. Ngga lagi-lagi, ya ShalihahL

***********
Akhirul Kalam, tidak ada yang saya harapkan kecuali kebaikan. Kebaikan untuk saya dan kita semua terutama bagi saya dan atau (apalagi) yang mengalami dan menjalani. Juga untuk yang membaca. Tulisan ini bukan untuk menghadirkan topic pembuliyyan baru. Hanya berbagi hikmah seru \^^//

Eh, tapi seru atau engganya balik kekita lagi J
Udah. Maaf kalau ada yang ngga suka dan ngga sepakat. Kritik dan Masukan bisa di Message.

Salam dari kami,
Saya dan Mawar 

Bukittinggi, 24 Juli 2016
23:54 WIB