"Wahai orang-orang yang beriman!Jika kamu menolong (agama) Allah, niscaya Dia akan menolongmu dan meneguhkan kedudukanmu-Muhammad:7"

Selasa, 29 Desember 2015

Masih bisa nahan selera 'kan?

Masih bisa sabar kan, ngga makan apa-apa dari Produk Yahudi?

Yang dulu ikuta Munasharah Palestine, apa kabar?
Yang dulu arak-arakan sambil bawa bendera Palestine, apa kabar?
Yang dulu paling bersemangat tentang Pomboikotan Produk Yahudi, apa kabar?

---

Sejak kemarin, sampai pagi ini sengaja nge-repeat one Nasyid kolaborasi Rabbani, Inteam, Saujana, dan New SeeHeart, judulnya “Bebas Palestine”. Seolah-olah ia menjadi pembakar semangat lagi untuk kembali bersama menjauh dan menghindarkan diri dari produk-produk apalah-apalah itu namanya, yang keuntungannya sebahagian atau sebahagian besar dipergunakan untuk pembiayaan Israel terhadap kezhaliman kepada Negeri Anbiya’, Palestine. Lalu setelah itu, Benyamin Netanyahu anugerahkan penghargaan Jubilee Award terhadap mereka yang loyal dalam memberikan donasi rutinnya.

https://cahmbolo.wordpress.com/2014/07/29/produk-produk-zionis-yahudi-yang-ada-di-sekitar-kita/

Sekali lagi, nasyid ini seolah-olah menjadi Self Reminder ketika jiwa saya, secara manusiawinya sesekali menginginkan makan di Pelataran Lantai II KFC Bukittinggi. Heh.*menghelanafas*

**Wahai para pencinta keadilan
    Jangan gentar berjuang bersama
    Kezaliman yang bermaharajalela
    Kita gempur hingga ke hujungnya

Tentang hukum pemboikotan produk-produk Yahudi ini memang masih ikhtilaf oleh beberapa Ulama. Ada yang memang mengharamkan dan menjauhkan diri dari produk-produk Yahudi merupakan bentuk Jihad, atau ada yang sekedar pelarangan dan tidak sampai kehukum haram, atau ada juga yang lebih ringan; sebuah pilihan dengan beberapa pertimbangan.

Salah satu pertimbangannya adalah, jika kita memiliki alternative lain sebagai produk pengganti, kenapa harus “loyal” dengan Produk mereka yang nyata berkontribusi dalam invasi Israel terhadap Palestine, dan Negeri Syam lainnya?

Pertimbangan lainnya adalah tentang akhlak penjual muslim. Dalam salah satu blog, admin blog tersebut memberikan ulasan tentang pertanyaan seputar hukumnya pemboikotan ini.

Kesimpulannya begini : 

Seorang muslim dilarang untuk loyal (wala’) pada orang kafir, di antara bentuknya adalah menyerupai mereka (tasyabbuh) dalam hal yang menjadi ciri khas mereka. Namun apakah boleh menggunakan produk orang kafir? Jawabannya adalah boleh-boleh saja. Akan tetapi, masalah selanjutnya adalah bolehkah membeli produk orang kafir sedangkan masih ada produk kaum muslimin?Jawabannya adalah dalam dua rincian berikut:

[Pertama] Jika seorang muslim berpindah ke penjual kafir tanpa ada sebab. Di antara sebabnya misalnya penjual muslim tersebut melakukan penipuan, menetapkan harga yang terlalu tinggi atau barang yang dijual rusak/cacat. Jika itu terjadi dan akhirnya dia lebih mengutamakan orang kafir daripada muslim, maka ini hukumnya haram.

[Kedua] Adapun jika di sana ada faktor pendorong semacam penjual muslim yang sering melakukan penipuan, harga barang yang terlalu tinggi atau barang yang dijual sering ditemukan cacat, maka wajib bagi seorang muslim menasehati sikap saudaranya yang melakukan semacam itu yaitu memerintahkan agar saudaranya tersebut meninggalkan hal-hal jelek tadi. Jika saudaranya menerima nasehat, alhamdulillah. Namun jika tidak dan dia malah berpaling untuk membeli barang pada orang lain bahkan pada orang kafir, maka pada saat itu dibolehkan mengambil manfaat dengan bermua’amalah dengan mereka. (sumber:https://rumaysho.com/997-fatwa-ulama-tentang-hukum-boikot-produkyahudi.html)

***

**Korbankanlah hartamu sekalipun jiwa raga
   Berjuang membebaskan Palestin yang tercinta

Selemah-lemahnya tindakan terhadap sebuah kemungkaran adalah penolakan dalam hati yang disusuli dengan do’a yang penuh keikhlasan, lalu setelahnya adalah dengan kekuatan lisan, sekuat apa lisan kita menggelorakan tentang sebuah keharusan memperjaungkan Palestin, sekuat apa lisan kita dalam mengingatkan diri sendiri, sekuat apa lisan kita dalam menahan-nahan keinginan untuk memakan produk “mereka". Lalu setelah itu, sebelum benar-benar dengan kekuatan tangan dan peperangan, Salim A Fillah menjelaskan dalam Lapis Lapis Keberkahannya, bahwa ikhtiar sebelum berjuang dengan Peperangan adalah “Mengangkat Pedang” sebagai ancaman, teror, atau membuat takut musuh. Dan ini terbukti, dari rekomendasi blog yang pertama diatas, ’Sebuah laporan di Amerika menyatakan bahwa kampanye boikot terhadap produk-produk Amerika di negara-negara Arab telah mengakibatkan kerugian sampai 40% dalam dua bulan terakhir ini (berita diterbitkan 29 Juli 2014)’. Dan saya rasa ini merupakan bahagian dari ikhtiar “pengangkatan pedang” umat muslim sebagai wasilah dalam memberikan rasa takut dihati musuh-musuh islam. Sebab kata Salim A Fillah, operasi “pengangkatan pedang” ini mampu menimbulkan 2 dampak; ditundanya peperangan yang lebih besar, atau benar-benar mengarahkan pedang kehadapan mereka.

Tulisan ini memberikan dua referensi tentang bagaimana perlakuan kita seharusnya terhadap produk Yahudi, adapun keputusan akhirnya tetap ditangan pemirsa sekalian.

Referensi lain tentang pelarangan mengkonsumsi Produk Yahudi, dan masuk akal adalah :

http://www.dakwatuna.com/2014/07/31/55171/bagaimana-tanggapan-terhadap-memboikot-fatwa-boikot-produk-yahudi-zionis/

dengan kesimpulan :
Pembolehan bermuamalah dengan orang kafir sangat luas, namun bukan berarti tanpa batas. Ketika muamalah tersebut membawa dampak positif bagi umat umat Islam, sehingga mereka bisa isti’marul ardh (memakmurkan bumi) –padahal kaum beriman lebih berhak untuk itu- maka muamalah seperti ini adalah peluang menunjukkan Islam sebagai agama rahmatan lil ‘alamin. Tetapi, ketika muamalah tersebut adalah muamalah yang merugikan umat Islam dan melemahkannya, namun menguntungkan orang kafir, dan menguatkan posisi mereka serta kekuatan mereka dalam merencanakan dan menjalankan makar dan serangan terhadap umat Islam. Maka, ini adalah muamalah yang diharamkan oleh Allah Ta’ala, dan termasuk berserikat dalam kejahatan, menjerumuskan diri sendiri dalam kebinasaan, dan ta’awun ‘alal itsmi wal udwan.

Wallahu’alam

Rabu, 23 Desember 2015

Terimakasih "Kehilangan"


Tulisan ini, di rilis ketika segala sisi dan kondisi mulai stabil dan fleksibel, siap dengan pertimbangannya, siap dengan keputusannya, dan siap dengan penerimaannya.
Beberapa hal tentang “Kehilangan” yang akan diceritakan, berikut juga dengan hikmah yang terlalu banyak untuk dijabarkan. Tetapi, beberapanya mungkin akan  disebutkan.

-------------------------------------------------------------------------------------------------------------

 “Jika kau tidak siap dengan kehilangan hal  kecil, bagaimana mungkin kau akan siap dengan kehilangan hal yang besar?”

Bukan tentang sebuah awalan, tapi bagaimana setiap proses mampu membentuk setiap kepribadian. Bukan tentang sebuah perpisahan, tapi bagaimana setiap pertemuan terajut indah hingga mampu memaknai apa itu “ukhuwah”. Bukan juga tentang ketermilikan, karena setiap kehilangan akan digantikan dengan ketermilikan-ketermilikan berikutnya.

Kehilangan Yang Pertama, tentang Lembaga yang mengharuskan untuk melakukan pembelahan diri. Logika sederhananya, sebuah sel akan membelah diri agar segala fungsi organnya bekerja dengan baik, tidak terlalu berat, dan yang paling penting adalah berkembang biak. Maka Lembaga Kemanusiaan Nasional ini akan terbagi dalam 2 fokusan, entah itu yang focus pada zakatnya saja, juga yang focus pada kemanusiaannya saja. Untuk apa? Sungguh yang memahami kondisi ini, insyaa allah akan bersepakat tentang hakikat kemashlahatan umat., untuk kebaikan umat agar Zakat mampu diorganisir dengan baik, massif, dan menyeluruh, Insyaa allah. Juga berkenaan dengan targetan yang lebih besar, agar saudara di Luar Negeri sana, dibelahan Bumi manapun, dengan suku dan warna kulit apapun mendapatkan pemenuhan kebutuhan dan berkahnya rezki sesama saudara. Masyaa Allah.

Benar bahwa kami akan menjalani sebuah proses yang tidak biasa, benar bahwa kami akan “kehilangan” beberapa rekanan sejawat,  juga benar bahwa kami harus melipatgandakan kekuatan dan pertahanan dari yang sebelumnya, tapi TIDAK untuk persaudaraan yang kami miliki, tidak untuk silaturrahim yang kami bangun sendiri. Sebab kami, berhubungan bukan hanya karena pekerjaan, kami berinteraksi juga bukan hanya karena urusan kepentingan, kami berkomunikasi tidak hanya sekedar antara karyawan dan pimpinan. 

Secara pribadi, seluruh kolega memiliki kesannya sendiri-sendiri, menciptakan ruang disudut hatinya sendiri-sendiri, menentukan ukurannya pun sendiri-sendiri. Mulai dari pimpinan yang siap mendengarkan segala apa yang disampaikan bawahannya, hingga kepala divisi yang memotivasi bawahannya untuk terus memperdalam segala hal tentang menulis bahkan pun memandu untuk membuat blog pribadi. Atau juga tentang kelakar dan pembuliyyan yang berlebihan, yang sesudahnya diakhirkan dengan kata maaf, atau….setahun kebelakang yang menjadikan saya banyak belajar tentang penerapan ilmu-ilmu yang didapatkan, juga termasuk dalam mendapatkan ilmu baru serta berbagi apa-apa yang dipahami. Bukan berlebihan, sama sekali tidak. Melainkan ini pengakuan, bahwa mereka semua ISTIMEWA. Intimewa dengan keunikannya masing-masing.

Jazaakallah Khair untuk Pak Zul yang sudah menjadi kakak sekaligus pimpinan yang statusnya bukan “mendikte”, melainkan mengarahkan. Jazaakallah khair atas segala apresiasi yang barangkali termasuk kedalam kategori berlebihan, tapi mudah-mudahan ia menjadi do’a… Do’a untuk kami, karyawannya agar semakin total dalam pemenuhan amanah. Bukankah do’a pemimpin yang adil itu makbul? Mari berburu do’a mereka, do’a para pemimpin sholeh dan yang mensholehkan… (Do’a apa yaaa, hehe). Tapi, jazaakallah khair Pak Zul, untuk segala kebaikan yang tidak mampu dirincikan.

Jazaakallah khair untuk Pak Adin, Kepala Bidang yang mengarahkan kerja bawahannya dengan bahasa yang mudah dipahami. Untuk setiap sajak dan pantunnya yang menghibur, untuk setiap motivasinya yang dilebur, semoga sehat selalu, juga tidak pernah berhenti untuk terus berkarya dalam keunikan dan ke-khas-annya.

Jazaakallah khair untuk Pak Ferry. Banyak belajar tentang sabar dan ketenangan dari Pak Ferry, banyak belajar menahan amarah bahkan pun sudah sampai ke taraf “penyudutan”, dan mohon maaf saya menjadi salah satunya. Tapi, sabarnya Pak Ferry luar biasa.
Jazaakillah khair Kak Lusi. Kakak, yang pribadinya mudah untuk didekati. Sanguinisnya kental sekali, kadang-kadang suka “bertengkar” dengan sanguinisnya saya, tapi….mendiskusikan banyak hal dengan kakak adalah sebuah keasyikan. Berbicara empat mata dengan kakak adalah kelegaan, lega karena mampu memberikan solusi entah itu tentang pekerjaan atau urusan pribadi. Dan yang akan “diopor” ke Padang, semoga kakak Allah kuatkan dengan kebaikan yang sudah dilakoni. Sayang kakak karena Allah, semoga didekatkan jodoh se-hidup se-jannahnya segera, Aamiin
Jazaakillah khair untuk Front Line kami, Nurul. Ternyata usia memang tidak menentukan tingkat kedewasaan seseorang, ya Nurul. Untuk beberapa moment kita pernah saling bekerjasama, lalu Nurul menjadi yang menenangkan dikala yang lain “sok hiruk pikuk” (maksudnya saya-red). Jazaakillah khair atas segala kemudahan yang diberikan, juga kelembutan yang meneduhkan, semoga Nurul tetap Istiqomah, untuk setiap kebaikan yang pernah didapatkan selama “kita” bersama.
Untuk Kak Meri, Jazaakillah Khair ,Kak…. Terimakasih sudah menjadi pendengar yang baik, untuk hal apapun dan dimanapun, untuk yang sudah menemani segala yang amel minta, bahkan sampai minta tolong ambil gambar di Jam Gadang, atau untuk semua baiknya yang tidak tampak tapi begitu terasa. Salam Koleris dari Amel, kak… semoga dikuatkan kakak untuk jasad dan ruhnya.
Untuk kak Rahmi, Jazaakillah khair. Kakak yang menjadi alasan kedua untuk menangis menahan rindu, untuk yang diam-nya begitu menggelisahkan dan tidak menenangkan, juga kakak yang mampu mengambil hikmah dengan caranya yang berbeda. Tentang perjalanan hidup, barangkali kita memang berbeda. Tapi sungguh, hikmah yang ingin kita kumpulkan adalah hikmah yang sama, bukan?
Untuk Kak Menda, “Kok kakak baik kali, ya?”. Aduh, maaf kak kadang amel memang suka mendominasi. Hehe. Tapi kak Menda sabarnya, tenangnya, baiknya, bahkan helmnya sampai harus “dihilangkan”, tetap tidak apa-apa. Kak Menda…..:”)
Untuk Pak Kasman, Jazaakallah khair karena sudah mau disusahkan dengan permintaan pulsa kapanpun kami mau (udah gitu nunggak lagi), Jazaakallah khair Pak, semoga usahanya semakin lancer, jaya, dan berkah.
Pak Bus, Jazaakallah khair sudah menjadi salah satu partner yang “sekufu”. Mudah sekali connect apa yang amel sampaikan dengan apa yang dimaksudkan. Pak Bus masih hutang cerita lho, ya. Jazaakallah khair Pak Bus, semoga dilapangkan rezkinya untuk mendapatkan momongan.
Untuk Pak Diko dan Pak Abbas, sengaja “disimpelkan” agar tidak menjadi fitnah. Tapi Jazaakallah khair untuk semuanya. Ide, gagasan, kritik, saran, masukan, dan kelegowoannya selama beriteraksi.

-----------------
Akhirnya, ini bukan sebuah pengumbaran kebaikan, tapi cara kita dalam berterimakasih bisa jadi berbeda. Dan kali ini, saya berterimakasih untuk sebuah “kehilangan” , yang sebelumnya – betapa mereka, sudah menciptakan sebuah “kehadiran” nya masing-masing dengan caranya yang berbeda-beda.

Uhibbukum Fillah,

bersambung
(Untuk "kehilangan" yang Kedua akan menyusul,hehe)

Senin, 23 November 2015

Sedari awal, hati ini memang sudah siap untuk "dimadu"

Sedari awal ia diproses, aku memang sudah mempersiapkan hati untuk “dimadu”
Nyatanya memang begitu, 
Tapi tak mengapa….

Ia tetap menjadi alasan bagi ku untuk terus merindu, hingga batas rindu yang tak mampu aku jelaskan sekalipun
Ia tetap teristimewa, menempati ruang hati dengan bahagian yang dia ciptakan sendiri.
Ia tetap menjadi inspirasi dalam setiap tulisan sederhana ini
Ia tetap menjadi salah satu dari rindu yang hanya bisa dituntaskan dengan air mata
Ia tetap menjadi penyejuk dengan setiap kata dan ba’it do’anya. Bahkan kini, ia mendo’akan ku tak lagi sendiri, melainkan berdua dengan kekasihnya.

Jazaakumullah khair… Atas setiap do’a yang d ucapkan, semoga berbalik kebaikan yang sama atau lebih baik dari Yang Maha Mengabulkan do’a

Hampir berbilang bulan tak ada percakapan diantara kita, hampir berbilang bulan pula tak ada cerita diantara kita.
Insyaallah aku  paham kondisinya, tahu sebabnya, dan mengerti keadaannya.
Bukanlah sebuah kekesalan bagiku yang tak berbincang mesra seperti dulu lagi denganmu, bukan juga hal yang aneh dipandanganku, karena setiap pengantin baru membutuhkan waktu untuk saling mengenal dan memahami lebih banyak, jauh lebih banyak waktu yang telah kita lalui bersama sebelumnya.

Aku, disebalik tanya “Begitu melelahkankah setelah berdua?” bukan bermaksud untuk mengganggu masa perkenalan kalian.. bukan pula bermaksud menuntut banyak waktu darimu… 
Hanya ini, adalah sapaan yang begitu lama sudah tertahankan, 
Hanya ini, adalah cerita yang begitu lama telah disimpan,
Juga ini, hanya Rindu yang tak mampu aku jelaskan.

“Begitu melelahkan kah setelah hidup berdua?”
Ini tanya sekaligus penegasan, bahwa memang waktu yang kalian habiskan terlihat kurang untuk bersama, segala aktivitas dan rutinitas menuntut energi dua kali lebih banyak dari yang sebelumnya, juga sekaligus ini bermakna gerimis bagi hati yang begitu berat dalam menjalani semua seorang diri.

Bukan, bukan seorang diri yang bermakna berharap akan segera berdua dengan belahan jiwa, bukan itu. Sebab bagi ku, impian tentang pangeran dan kuda putihnya telah lama menutup lembaran bait do’a panjang hingga Allah saja yang akan memutuskan “kapan” ia akan datang.
Juga ini bukan bermakna aku berhenti berjuang, Oh tidak…. Justru hati ini semakin yakin bahwa takdir bagiku sudah tertulis rapih, runut, dan berurut di Lauh Mahfudz sana.

Adapun tanyaku tadi, sungguh aku harus menghadapi segala sesegukan sendirian, sungguh aku harus kuat dalam menghadapi rintangan sendirian, sungguh aku….ingin sekali mampu menyeka air mata saat kesedihan sendirian.
Dan aku tahu – setelah 30 Oktober kemarin, bahwa hati ini semakin kuat 

Amel  Rindu.
Itu saja.



Dari Aku,
Yang tak mampu menjelaskan Rindu

Sabtu, 21 November 2015

Formula DARI, UNTUK, dan OLEH saya

Seorang teman bertanya tentang perasaan jauhnya Allah dengan dirinya.


Kaget!
Heran.... bahwa beliau ini saya kenal dg penjagaan sholat fardhu diawal waktu luar biasa, tilawah, dikir ma'tsurat, puasa senin kamis apalagi... Rasanya dari segi mata dzahir manusia, tidak ada maksiat dan dosa besar yang dikerjakan... Wallahu'alam maksiat dan dosanya dalam kesendirian diserahkan lagi ke beliau. Lalu kenapa bisa ia merasa berduka dengan amalan yang baik ini? Sebab merasa Allah jauh, saya takut sekali jika ini prasangka yang akan membuahkan sebuah kenyataan:  Allah menjauh karena prasangka yang justru kita timbulkan sendiri..



Perlahan... 
Saya mencoba menyampaikan apa yang pernah saya alami, krn contoh yang paling dekat itu berada dalam diri kita.


"Kak.....Allah tidak mungkin jauh dengan hamba yang menjauhkan dirinya dari dosa besar. Allah tidak mungkin jauh dengan hamba yang bermaksiat lalu bertaubat. Justru allah senang dg kita yg seperti itu. Allah ngga mungkin jauh dg kakak yang selalu menjaga amalan wajib dan sunnah. Jadi jika itu adalah prasangka, kita berdo'a agar Allah segera menghilangkannya"

Lalu saya membandingkan dg apa yang dulu dialami, dan saya sampaikan..."Tapi iman memang butuh untuk diupgrade kak.... hidup ini, dengan ujiannya yang naik kelas...membutuhkan penjagaan dr iman yg sebanding pula. Bisa jadi kk mengalami ujian saat ini, tapi dg level iman dikelas yang sebelumnya. Memang ngga bisa begini kak. Maka solusinya bukan merasa Allah jauh, tapi kk dituntut untuk lebih lagi dalam penjagaan dari iman yang sebelumnya"


Allah dekat, kok.
Kadang kita aja yang membuat jurang pemisah dengan Allah yang begitu melebar.



1.Amaliyah 
2.Ketaatan pada Jama'ah
3.Solusi yang berawal dari kesadaran.


Dan saya solusikan (masih berdasarkan apa yg saya paham dan alami) tentang 3 hal diatas....

Ini berlaku umum, tidak khusus untuk beliau yang bertanya saja, bahwa peningkatan keimanan bisa kita lakukan dengan 3 cara...


Peningkatan Amalan wajib dan sunnah dari yang sebelumnya. Dan ini poin inti hablumminallah kita. Tapi tidak cukup sampai disana.
Kita perlu bersama dalam kebaikan dan penjagaan... kita butuh teman yang menguatkan, maka KETAATAN pada jamaah adalah salah 2 pencapaiannya. Ntah itu ketaatan pada sistem/manhajnya,  atau ketaatan pada 'pembimbingnya' atau qiyadahnya  selama ia mengajak pd kebaikan. Dan alternatif ini adalah yang paling cepat progresnya untuk dirasakan.


Lalu yang ketiga, poin kesadaran lalu menghadirkan solusi. Dari sadarnya kita tentang kebutuhan iman, kita bisa memilah apa yang sedang dibutuhkan iman. Apakah dari segi jenis bacaan bukunya,  sebab buku juga berbeda versi dan isinya, apakah dari segi pemenuhan hak orang lain yg dilalaikan, apakah ada kedzaliman yang ditimbulkan, dsb.... Dan ini merupakan  solusi dalam hal gerakan.

Ini formula yang saya buat sendiri. Boleh sepakat boleh juga engga. Ini negara bebas, kok 
#Eh

Jumat, 06 November 2015

Ukhti, hidup ini tidak ada pilihan lain kecuali memilih untuk menjadi pribadi pembelajar. Setiap hari. Seterusnya. Dan selamanya.

Dear Ukhti, untuk kita yang sama-sama sedang berjuang,

Apa kabar imanmu hari ini? Semoga ia dalam kondisi terbaiknya, semoga ia juga dalam kondisi ketaatan terbaiknya, sebab tak ada yang lebih menyenangkan selain berdekat-dekat dalam nikmatnya bersama Rabb kita, bukan?

Ukhti, tulisan ini untuk kita yang entah seperti apa pahit getirnya ujian dalam hijrah menuju Rabb kita, untuk kita yang sepelik apapun segala hambatan yang telah, sedang, atau akan kita temui didepan, juga untuk kita yang berulang kali jatuh bangun dalam memperjuangkan keistiqomahan, semoga mampu mengusap air mata mu, bahwa kau … tak sendiri. 

Selamat membaca

Ukhti, kau mau tahu alasanku memutuskan untuk membalut tubuh dengan khimar lebar, yang bahkan bagi sebahagian masyarakat masih asing dan aneh ini? 

Kau mau tahu alasanku untuk belajar mengaji secara rutin dan intensif?

Kau mau tahu kenapa aku begitu bersemangat dalam mengikuti pengajian pekanan dikampus, acara-acara kerohanian diorganisasi meski hanya sebagai seksi konsumsi, atau hanya sekedar mengikuti pawai 1 Muharram dengan berjalan kaki?

Sungguh, ukhti…. Sebelum aku katakan alasannya, izinkan aku bercerita singkat tentang masa SMA yang sama sekali aku tak pernah memakai khimar kecuali di Hari Jumat atau perayaan hari besar umat islam. Dengan ukuran rok yang memang dibawah lutut, atau mahkota kita sebagai seorang wanita yang begitu bebas aku pertontonkan. Hingga suatu saat, seorang guru Matematika menjelaskan kepada ku secara tidak langsung, bahwa mereka-wanita berjilbab lebar memiliki akhlak yang baik, lembut, dan menyamankan. Ini saja alsanku; AKU…INGIN SEPERTI GURU MATEMATIKAKU! 

Ringan sekali sepertinya memang, “hanya ingin menjadi seperti idola”.Selesai. Tapi ternyata, perjalanan yang  dilalui tidak sesimple bayangan dalam ‘ingin’ ku diawal. Harapku semoga beliau yang menginspirasiku Allah balas dengan amal jariyah bersebab dakwah bil hal yang dilakukannya. Semoga. Bu Wenny, salam rindu karena Allah untukmu:”)

Berikutnya, akan aku ceritakan tentang proses hijrahku. Semua berawal dari perasaan coba-coba untuk melampiskan khimar saat hendak ke pasar dengan ukuran standar. Seingatku, saat itu semester 3 perkuliahan. Ternyata, saat berjalan dikeramaian, ada kenyamanan yang aku rasakan, yang tidak aku rasakan saat saat sebelumnya belum melampiskan khimar ini. MasyaAllah. Maka sejak itu aku mulai membiasakan, hingga terbiasa, dan menjadi biasa. Alhamdulillah. Semoga Allah jaga hidayah ini hingga kelak nafas berjauhan dengan raga. Juga untukmu:)

Tentang seberapa panjangnya khimar memang tiada ada aturan baku, kecuali menutupi dada, tidak membetuk lekuk tubuh, juga tidak transparan. Lalu ukuran seberapa dalamnya tergantung seberapa besar kenyamananmu atasnya. Meski perlahan aku mulai menambah panjangnya, seiring dengan bertambahnya nyamanku dalam mengenakan. 

Secara pribadi, tidak ada tekanan dari dalam diriku. Semua proses dan perubahan aku nikmati. Termasuk juga teman-temanku yang sama sekali tidak ada perubahan perlakuan terhadapku. Sedikitpun mereka tak pernah mempermasalahkan. Syukurku pun disana. Maka jika teman mu mempermasalahkan hijrahmu, ukhti… bahkan menjauhimu, berarti mereka bukan teman yang siap untuk diajak ke Jannah ;)

Tapi tidak cukup sampai disana.

Berikutnya, tentang keluarga. Ayah, Ibu, Kakak lelaki, dan keluarga besar Ibu. 
Argh……. Pelik sebenarnya jika harus aku ingat ulang, tulis ulang, dan menceritakan ulang. Tapi ini tidak lain kecuali menjadi penguat untuk kita, agar sama-sama bertahan dalam berbagai keadaan. 

“Ukhti, selalu ada ujian bagi kita yang sedang berjuang”

Setelah mensholehkan diri, berikutnya adalah mensholehkan orang-orang terdekat. Seperti Rasulullah.SAW setelah wahyu turun, yang beliau islamkan pertama kali adalah Bunda Khadijah dan Ali bin Abi Thalib. Lalu, aku? Masih belum teruji dalam kesempurnaan iman dan cara, ukhti. Bahwa hingga hari ini pun Ibu ku masih belum mengenakan khimar secara sempurna. Kadang merasa aku gagal. Juga tak jarang mempertanyakan pertolongan Allah saat kita menegakkan agamaNya, bukankah Dia akan menolong kita? Maka aku pernah berada pada titik kepasrahan, mengakui lemahnya siasat, dan bingung bagaimana lagi caranya mendakwahkan mereka yang tercinta.

Kau kira aku tak menangis?
Kau kira aku kuat?
Kau kira aku baik-baik saja?

Untuk beberapa saat mungkin, YA. Tapi disaat yang lain, tentu lebih sering aku dirundung kegelisahan, aku khawatir, ukhti… aku takut jika apa-apa yang aku tebarkan kepada orang lain ternyata Allah tak nilai bersebab tak berhasilnya dakwah terhadap orang-orang terdekat. Demi Allah, TIDAK, ukhti…. Hingga selemah-lemahnya cara yang aku pahami adalah dalam do’a terbaik yang aku bisa, agar Allah membukakan hidayahNya untuk mereka. Sebab aku,mencintai mereka sepenuh hati yang aku punya. Yakinkan hatimu jika masih terselip keraguan padaNya, kuatkan azzammu jika ada yang melemahkannya, jaga niatmu jika sesekali syaitan mulai membengkokkan.

Ukhti, hidup ini tidak ada pilihan lain kecuali memilih untuk menjadi pribadi pembelajar. Setiap hari. Seterusnya. Dan selamanya. 

Maka menambah bacaaan, 
Memperbaiki kualitas ibadah,
Menjaga akhlak,
Adalah proses pembelajaran yang senantiasa harus kita lakukan. 
Bernjanjilah untuk menjadi wanita yang baiknya menebarkan kepada orang ramai, teduhnya menenangkan rekan kawanan, dan kokohnya prinsip meneguhkan mereka yang terlupa. 
Jadilah karang yang kuat meski harus dihantam badai dan terik matahari.
Jadilah pribadi yang berdiri tegap diatas kaki kita sendiri, dengan Aqidah yang kita imani.
Jadilah pribadi yang menawan bersebab malamnya kau isi dengan 7 rakaat Qiyyamul Lain, Shubuhnya kau awali dengan tilawah dan dzikir, siangnya kau jauhkan lambungmu dengan kenyamanan. Mari ukhti, kita bersama menuju FirdausNya, saling mengeratkan kita dalam genggaman. Hingga kelak kaki kita sama sama menginjak JannahNya, insyaallah. 
Dan jadilah dirimu sendiri, didalam keterbatasannya terselip do’a agar Allah tunjukkan terus cahaya hidayahNya.
Jadilah dirimu sendiri, yang tidak labil pada masa-masa pancaroba kita sebagai ‘akhwat single’
Jadilah diri kita sendiri, yang tidak perlu berpura-pura sempurna dihadapan manusia, tapi cukup menyempurnakan iman kepada Yang Kuasa.
Jadilah diri kita sendiri seutuhnya, ukhti.

Lalu untuk ujian hati? Wah…ini edisi khusus. Tak pernah sebelumnya aku menuliskan yang sebenarnya tentang apa-apa yang terpaut jauh didalam hati.

Ukhti, ketika kita memutuskan untuk hijrah…maka hijrahkanlah segalanya. Jangan setengah-setengah, jangan nanggung-nanggung. Termasuk untuk urusan takdir dalam mencari pasangan. Karena saat kau melangkahkan kaki untuk berjalan diatas kerikil ini, maka disaat yang sama kau juga sedang menghijrahkan “caramu” dalam memilih bagaimana proses yang akan kau jalani dalam menemukan imammu. Kita berlindung dari segala tipu daya syaitan yang bisa melemahkan hati kita.

Jangan khawatir,…..aku pun belum bertemu dengan ‘dia’ yang berjanji membawaku untuk taat dalam pengabdian kepada Rabbku. Tapi kita harus meyakini, bahwa dia juga sedang Allah persiapkan.

Cara yang kita pahami ini - yang hanya diwakili oleh selembar kerta dan didalmnya ada Nama, Tempat Tanggal Lahir, Hobi, Visi dan Misi , dan lain lainnya ini sungguh menggetirkan syaraf air mata. Berpeluh-peluh kita dalam mengupayakan, berlimpah air mata kita dalam keharibaan, semaksimal tawakkal yang kita miliki dalam permohonan. Maka bersungguh-sungguh dalam meminta meski harus sesegukan, lakukan saja! Sebab yang kita andalkan hanya petunjukNya, bukan. Lalu setelah itu, setelah berdo’a dan memohon petunjuk dalam keheningan, lalu kau belum juga dipertemukan, bersabarlah..ukhti…. Seperti sabarnya Nuh dalam berdakwah 950 tahun, seperti sabarnya Shalih saat unta betinanya disembelih, seperti sabarnya Zakaria dalam meminta keturunan meski uban memenuhi kepalanya, seperti sabarnya Musa dalam menghadapi Fir’aun dengan keterbatasan kefasihahn lidah, Seperti sabarnya Khidir dalam mengajarkan, seperti sabarnya Luqman dalam menasihati, seperti sabarnya Ya’kub dalam kehilangan putra kesayangan, seperti sabarnya Yusuf dalam benaman sumur yang kelam, juga seperti sabarnya Rasulullah Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam.
Bersabarlah:)

Sekian. Semoga bermanfaat dan menginspirasi.


PKPU Bukittinggi

"Tiga hari menuju 24 Tahun"



Rabu, 28 Oktober 2015

Semoga tidak terburu-buru dalam menunggu jawaban Tuhan

Untuk kita yang sedang menanti dalam kesahajaan, semoga hiruk pikuk perhelatan saudari tidak menjadikan hati ini bertanya "kapan", karena sejatinya kita selalu berdo'a bukan, agar Allah tidak mempercepat apa-apa yang tertunda, juga tidak menunda apa-apa yang dipercepat. 

Lalu dari yang tertakdir itu, untuk kita yang sedang berjuang keras dalam penjagaan, semoga tidak ada do'a dan pengharapan yang memaksa Maha Kuasa. Tuhan, sudah menuliskan. Hanya Dia tidak menginfokan. Sebab Dia tahu, "bagaimana" kita menginginkan, kemudian memberikan ruang untuk berjuang sesuai dengan yang kita pahamkan.

Untuk kita yang sedang membaikkan diri dalam setiap laku dan gerak akhlak. Semoga ianya menjadi penjaga kini, juga nanti saat berpapasan diatas pelaminan. Karena sedetik setelah kata "sah" itu diucapkan, ada pembuktian terhadap apa yang selama ini diperjuangkan. 

Diluar sana, banyak proses yang sedang berjalan, Ukhti..
Banyak khitbah lalu akad yang akan dilangsungkan...
Banyak juga walimah yang akan diselenggarakan...

Maka untuk kita yang merasa lelah dengan kesendirian, penat dalam penantian, bosan dengan pertanyaan, tidak ada yang lebih mengindahkan selain mengembalikan segalanya pada Yang Maha Lathif. Juga cara lain, adalah dengan mengenang kisah lalu yang membanggakan kita sebagai umat islam. Atau pelajaran dari ahli Sufi, atau para Pembaharu agama ini. Kisah apa saja. Bentangkan! Lalu rasakan jika harus ada bulir bening yang berjatuhan, ntah itu bermakna kita haru, bangga, atau bahkan malu jika kelak berpapasan dengan mereka bersebab faqirnya diri lagi tiada yang utama dalam amal ini.

Juga untuk kita yang anggun dalam setiap pemaknaan kerja, ilmu, dan ibadah...semoga ia mengistiqomahkan, hingga nanti Allah pertemukan dengan pujaan dalam sebaik-baiknya keadaan, setinggi-tinggi tawakkal, juga selurus-lurusnya 'Aqidah.

Ada niat yang senantiasa diluruskan,
Sabar yang senantiasa dikuatkan,
Ilmu yang senantiasa ditambahkan,
Amal yang senantiasa dibaik-kan,
Ibadah yang senantiasa diluruskan,
Serta Aqidah yang senantiasa dibersihkan.

Kita, semoga tidak terburu-buru dalam menunggu jawaban Tuhan
:)

Selasa, 27 Oktober 2015

Lalu saya merasa, bahwa setiap yang ditulis bukan perkara luar biasanya intelektual dan pengetahuan yang dimiliki. Bukan juga karena mahirnya jemari dalam penyusunan kalimat per kalimat. Tapi setiap kata, tersusun secara tidak sengaja oleh HATI yang nyaman dalam keimanan. Tak akan ada kalimat yang terangkai jika ambisi untuk memperlihatkan kehebatan begitu besar, tidak ada juga setiap kalimat bermakna jika apa-apa yang ditulis tidak dari hati. 
Lalu apa? 
Tak akan ada yang sampai.

Maka yang diperbaiki bukan ilmu dan kemahiran, meski keduanya sebagai penunjang dalam berkarya. Yang mesti dihebatkan adalah hati kita, iman kita. Lalu kita berdo'a agar ia menjadi yang bermanfaat untuk sesama.

Jadi wajar-wajar saja jika Tulisan Lepas ini berjarak waktu, karena memang begitulah HATI, ia hadir dengan keimanan yang naik dan turun, kuat dan lemah.



:)
:)
:)

HANCURKAN saja!

Karena terkadang, kita terlalu sering didominasi oleh perasaan kita sendiri, hingga menutup ruang untuk mereka yang berusaha menebar pelangi dalam setiap sisi hati hamba Allah. 

Benar jika ukhuwah itu tentang ruh-ruh yang bersesuaian,
Benar jika setiap orang memiliki tempat dan ruang dihati kita dengan porsi yang berbeda,
Benar jika semua yang kita kenal dan temui memiliki urutan yang tak sama pula,

Hanya saja… dari poin-poin kebenaran ini, jangan sampai mereka yang tulus, tertutup kesempatan untuk menjadi yang utama bagi kita, setidaknya ini menurut mereka. Adapun kita, yang menguasai hati ini tak bisa memungkiri bahwa batasan-batasan itu pasti ada. Lalu kita teringat, bukankah Nabi kita mengajarkan bahwa, memperlakukan setiap insan selamanya istimewa, hingga semua sahabat merasa, bahwa merekalah yang istimewa bagi baginda. Tapi beliau, lebih mencintai Abu Bakar. 

Begitulah kita seyogyanya, 

Bahwa setiap kita fitrahnya memang memiliki kecenderungan. Hanya jangan sampai, kecenderungan itu menjadi benteng yang kokoh untuk menghadang kekuatan mereka yang tulus dalam berbagi, sebagai umat Muhammad. Sebab mereka – umat Muhammad paham, bahwa baiknya islam mereka tidak akan tercapai kecuali jika dan hanya jika mereka mampu saling mencinta, seperti mereka mencintai diri mereka sendiri. 

Perlakuan ini, atau sering kita sebut ia sebagai Akhlak – kata Imam Malik adalah salah satu ciri atau pondasi insan dalam bermuamalah. Selebihnya, ada akhlak “Jangan Marah, maka bagimu syurga”, ada juga “Muslim itu berkata baik atau diam”. Satu lagi lupa (hehehe).

Maka Hancurkan saja segala benteng perasaan yang ada.

HANCURKAN!

Hingga hati-hati kita mampu meraba, merasakan, dan melihat betapa banyak mereka yang hadir dan membawa senyum kebahagiaan, ternyata selama ini terabaikan karena terlalu tingginya benteng itu. Kebaikan tak lagi Nampak. Ketulusan tak lagi terasa. Senyuman pun tak lagi mesra.

HANCURKAN saja!

Agar hati kita lebih leluasa untuk menerima segala kurangnya saudara. Agar hati kita lebih lapang dalam bersaudara. Juga agar hati kita lebih fleksibel untuk saling mengindahkan.



Ada kalanya aku yang memiliki benteng itu, 

Juga ada kalanya aku yang berbagi pelangi itu.

PKPU Bukittinggi

Jumat, 23 Oktober 2015

Untuk Alasan Inilah...

Untuk alasan inilah seharusnya kita tidak pernah bosan untuk membaca ulang, mengingat ulang, dan mempelajari ulang tentang apa-apa yang sudah pernah kita lakukan sebelumnya, tentang apa-apa yang sudah pernah kita baca sebelumnya, tentang hal-hal yang sudah pernah kita pelajari sebelumnya. Sebab bisa jadi, kemampuan penerimaan kita yang pertama berbeda dengan kemampuan penerimaan kita yang kedua, ketiga, keempat, dan seterusnya. Bisa jadi juga, perbedaan itu karena perubahan sudut pandang yang awalnya lebih sempit dan saklek, justru kali yang berikutnya lebih luas dan luwes. 

Tadi malam, sempat mengulang kembali bacaan tentang hadist-hadist dihalaman awal Syarah Arba’in karya Imam An-Nawawi. Hadist ke-empat, tentang TAHAPAN PENCIPTAAN MANUSIA DAN AKHIR KEHIDUPANNYA. Nah loh, langusng kebukti kan kalau kita baca ulang, judulnya lebih hapal (hehehe)

-----------------------------------------------------------------------------------------------------------

Beberapa hari yang lalu sempat melihat sebuah foto seorang wanita yang memang tidak menutup aurat secara sempurna, diunggah dimedia sosial. Masih terbentuk lekuk tubuhnya. Lalu captionnya dengan pertanyaan “Menutup aurat seperti apakah ini?” (The End)
Kemarin saya masih istighfar-kan apa yang terlihat ini. Ngga tahu juga ntah itu istighfar kita yang sok suci, atau istighfar yang memohonkan ampun atas beliau. Tapi begitulah kita, terlalu sering focus pada apa yang terlihat, sedang bahagian yang kita tidak tahu sering diabaikan padalah ia menjadi penentu; HATI.

Hubungannya dengan hadist yang saya baca (ulang)?

Pemahaman hadist ini ditutup dengan kalimat indah oleh Ibnu Jarir Al-Haitami, seorang sufi asal Persia, ikhwah… katanya, “Sesungguhnya su’ul khotimah disebabkan oleh HATI KECIL yang dimiliki oleh seorang hamba yang tidak bisa dilihat oleh manusia. Ada kalanya seorang beramal dengan amal ahli neraka, padahal didalam hatinya ada kebaikan yang tersembunyi, lalu mendominasi dirinya diakhir hayatnya sehingga ia mendapat khusnul khotimah”. Maka berlaku pula lah sebaliknya. Jangan jumawa, untuk kita yang hari ini adalah hari-hari yang dipenuhi dengan kebaikan, pekerjaan yang baik, keluarga dan lingkunagn yang baik, namun tersimpan didalam hati kecil rasa sombong bahkan pun sebesar biji zarrah, dan ia mendominasi kita hingga diakhir hayat, bisa saja (na’udzubillah)…bisa saja akhir hidup kita su’ul khotimah. Tsumma na’udzubillah……

Sungguh tak ada yang bisa kita hakimi tentang HATI KECIL hamba Allah, meski apapun tampilan mereka hari ini, apapun ucapan yang mereka katakan, atau sikap yang mereka tampakkan, sungguh disaat yang sama kita tidak bisa mengatakan diri kita lebih baik darinya. Allah lah Yang Maha Tahu hati seorang hamba. Sedang apa-apa yang kita upayakan, cukupah ia menjadi bekal dan partikel-partikel yang akan mengantarkan kita kepada akhir yang baik. Aamiin ya Rabb..

-----------------------------------------------------------------------------------------------------------

Balik ke cerita gambar wanita tadi, atau wanita lain, atau artis yang kita tonton di televisi, jika sikap, akhlak, bicara, dan cara berpakaian mereka membuat kita beristighfar, coba lihat kembali, atas dasar apa kita beristighfar?
Alangkah lebih bijaknya jika kita justru mendo’akan, agar mereka Allah bukakan hidayahNya.

Wallahu'alam bish shawab
.
.
.
.
.
SO???
Jangan cepat memutuskan untuk menilai seseorang
Jangan bosan untuk melakukan berkali-kali dalam segala hal
Jangan bosan buat berkunjung #Ehh



PKPU Bukittinggi

Rabu, 21 Oktober 2015

Sampai jumpa nanti 30 Oktober 2015

Dear calon imam saudariku,

Siapapun kamu, awalnya hanya orang asing. Tak kenal lebih jauh dan lebih dalam tentang saudari ku ini. Pernikahan sudah mengikat kalian. Mahar sudah diserahkan sebagai bukti untuk saling berkerelaan. Maka untuk nanti, kekurangan yang akan kau lihat semoga tak memudarkan cinta yang sudah bersemi seba'da akad. Dia ini rapuh, akhi... diam-diam dia mengadu kepada Rabbnya dalam kelemahan. Maka keasinganmu, semoga tak lama.. Lalu diganti dengan keakraban yang semakin hari semakin besar dan membesarkan keta'atan kalian berdua. 

Atas izin ayahnya,
Atas ijab yang kau qabul-kan. Saudariku ini, ada yang memilukan dihatinya. Laki-laki hebat yang memperjuangkan penghidupannya, lalu kini ketika ia tumbuh, kau ambil ia dari lelakinya. Semoga cara mu meminta mendatangkan ridha untuk saudariku, juga ridha untuk mu yang sudah menjadi bahagian dari keluarga sederhananya. Sebab kau juga harus paham sebuah ungkapan kami-kaum hawa kepada seorang ayah, "Dad...someday i will find my prince. But you are still my king". Ia tetap hebat untuk saudariku dan keluarganya, dengan segala keterbatasan dan kekurangan. Jadi pahamilah... Karena aku pun memahami, tentang bakti yang harus kau dahulukan 3X sebagai sunnah nabi kita... Juga saudariku ini paham sekali akan itu.

Akhi.... ada banyak problematika dalam pernikahan semenjak kalian bersanding diatas pelaminan. Tapi ia kecil, ia remeh, jika Allah yang kita besarkan. Bukan ini yang akan aku pesankan, sebab kau lebih paham. Aku hanya berpesan, kelak... ketika kalian sudah saling disibukkan dengan hak dan kewajiban masing-masing, tetaplah istiqomah dan meng-istiqomahkan saudariku ini dalam kekebaikan. Aku, memang saudarinya. Tapi tak serta merta mampu menguatkannya seperti yang sebelumnya. Karena akan ada kekuatan yang lebih istimewa. Maka jadilah istimewa untuk lahir dan batin dia:") 

Istimewalah dengan caramu, akhi. Tak perlu menjadi orang lain, jadilah kamu dengan iman yang terus diperbaharui, niat yang senantiasa diluruskan, dan taat yang terus meningkat. Tak perlu obral janji, tak perlu jauh dalam angan, cukup amal yang membuktikan. Karena kita mendengar, bahwa CINTA oleh Umar bin Khattab adalah kerja jiwa raga dalam pembuktian.

Juga tak perlu jumawa dalam rentang bulan madu. Seperti yang kekinian terjadi. Kata mesra, panggilan sayang, upload foto berdua dimedsos, alangkah baiknya untuk dihindari. Terlepas karena alasan menjaga perasaan yang masih sendiri, alasan lainnya adalah menjaga izzah saudariku. Tak perlu kau ganti gambar profil facebookmu dengan fotonya, karena toh selama ini ia sudah menjaga dirinya. Maka jangan kau robohkan penjagaan yang sudah dibangunnya. Cukup teruskan, atau kuatkan.

Lalu, untuk mu saudariku, juga untukmu calon imam saudariku... 
Semoga kalian saling mencinta sekedarnya. Cinta yang justru melipat-gandakan cinta pada Rabb kita, yang justru mendatangkan ketaatan demi ketaatan. Juga cinta yang marahnya karena Allah dan rindunya karena Allah. 

Sampai jumpa nanti 30 Oktober 2015


Jumat, 16 Oktober 2015

Salah apa 'Atiq?

Salah apa 'Atiq?

Dia yang tetap teguh dengan kehanifan jiwanya, tak ikut-ikutan dengan penyembahan berhala, malaikat, jin, dan rasi bintang dikalangan masyarakat saat itu. 

Agama Ibrahim telah tergantikan...
Mereka yang hatinya jujur bertanya-tanya tentang sepeninggalnya, siapa Nabi berikutnya, kapan masanya, dan dimana ia?

Adalah Qus bin Sa'idah Al Iyyadi, Zaid bin 'Amr bin Nufeil, dan Warakah bin Naufal yang hatinya tali temali dengan agama Nabi Ibrahim yang hanif. Dari mulutnya keluar kalimat-kalimat tauhid, mendendangkan Nabi yang akan datang. yang dengannya akan menghancurkan segala berhala. Maka kepada merekalah 'Atiq sering berkunjung, mendengarkan segala yang disampaikan, bahkan menghapal segala sya'ir yang didendangkan, guna mengambil hikmah, petunjuk, dan bimbingan.

'Atiq tak merasa yakin dengan penyembahan berhala, ia tak habis berpikir, manusia yang dapat melihat, mendengar, berbipikir kemudian tiba-tiba sujud dan tersungkur kepada deretan batu-batuan yang tak dapat mendengar, melihat, apalagi mengetahui yang benar.
Ia begitu menderita, kerinduan akan hadirnya sosok yang mengetahui kebenaran ini membawanya kepada orang-orang yang memiliki pengetahuan tentang Kitab Suci, yakni mereka yang masih hidup dalam sisa sisa aqidah yang hampir musnah.

Lalu salah apa 'Atiq?
Saat tanda nubuwah itu hadir, dengan tersebarnya berita bahwa salah seorang manusia mengaku Nabi, ia hanya berkata , "Jika demikian, benarlah ia!"
Saat 'Atiq menemukan manusia mulia itu dirumahnya, bukan untuk membuktian kebenarannya, sebab ia sudah yakin akan kejadiannya, ia..hanya perlu mendengar lebih jelas dari Muhammad secara langsung. Maka setelah itu, ia pun menjabat tangan Rasulullah dan bersyahadat, tanpa tanya tanpa ini itu. Keimanan ini, bukan sembarang keimanan. Ia mendapatkannya dari susah payah dan usaha yang besar, demikian pula ia beriman dari hasil berfikirnya, bukan sensitifitas perasaan, melainkan kecerdasan.

Salah apa 'Atiq?
Saat hanya dia yang membenarkan tentang perjalanan Isra' Mi'raj Rasulullah, perjalanan semalaman dari Mekah ke Baitul Maqdis di Siria, kemudian ia berujar ,"Saya akan mempercayainya walaupun lebih dari itu. Saya mempercayainya mengenai berita langit yang diterimanya, baik diwaktu pergi maupun ketika kembali"

Saat hanya 'Atiq yang menemani Rasulullah dalam proses hijrah ke Madinah, lalu dalam ketakutannya Rasulullah menenangkan dengan kalimat, "Wahai Abu Bakar, jangan bersedih, sesungguhnya Allah bersama kita!"

Lalu saat perang Badar, ketika pasukan muslimin terancam kalah, maka Rasulullah berdo'a dengan menengadah kelangit. Suaranya menjadi serak, permohonannya bertubi-tubi hingga kainnya jatuh dari bahunya. Lalu 'Atiq datang menghampirinya dengan tenang, kemudian diambilnya kain Rasulullah dan ditaruhnya kembali ditempat semula. Ia berkata
"Wahai rasulullah, cukuplah kiranya anda memohon kepada Allah. Karena sungguh! pastilah Ia akan memenuhi apa yang telah dijanjikanNya kepada anda"

Atau bahkan, saat manusia mulia itu wafat, justru ia yang terdepan dalam menenangkan Umar dan kaum muslimin lainnya dengan mengatakan ,"Hai kaum muslimin! Barang siapa yang menyembah Muhammad, maka Muhammad telah wafat. Dan barang siapa yang menyembah Allah, maka Allah tetap hidup dan takkan mati", lalu ia membacakan surat Ali-Imran : 144

Lalu dimana salah 'Atiq, saat sebahagian mereka mengecam penuh bahwa kekhalifahan pertama tak layak dipegangnya, saat tak ada yang meyakini Rasulullah ditengah kaumnya, justru ia gagah dengan kalimatnya, "Jika ia yang mengatakan, maka benarlah ia", atau saat Allah tetapkan ia sebagai teman seperjalanan saat hijrah? Adakah yang lebih istimewa dibanding berlama-lama bersama yang ma'shum?

Atau saat ulama Syi'ah mengatakan bahwa Abu Bakar dan Umar tidak pernah beriman kepada Rasulullah, dan mengatakan bahwa Abu Bakar telah berbuat syirik dengan memakai kalung berhala saat shalat dibelakang Nabi dan bersujud untuknya. Atau berbagai tuduhan lainnya bisa dilihat di : http://abiubaidah.com/syiah-menghujat-sahabat-nabi.html/

'Atiq adalah Abu Bakar Shiddiq (yang teramat percaya)

Kamis, 08 Oktober 2015

AL-Isra' : 11

Kita hidup, untuk menyenangkan HATI. Bukan sepenuhnya tentang memuaskan jasad dan pikiran, meski Rasulullah perintahkan kita untuk menyeimbangkan ketiganya. Ia pas kan tentang kebutuhan jasad sepertiga dari masing-masingnya ; nasi, air, dan udara, juga ia sabdakan bahwa yang meuntut ilmu Allah adalah mereka yang sedang Allah tunjukkan jalan kesyurga.

Namun sesungguhnya...
Yang membuat kita tenang bukan tentang keduanya, tapi hati menjadi penentu. Ia biasa kita simbolkan dengan IMAN. Karena berlebihan dalam makanan akan menyusahkan, memayahkan, dan merugikan. Hingga kita dapati, bahwa keberlebihan dalam hal mubah bisa mengkhawatirkan pada keimanan. Sebab ia akan menjadi berat untuk beribadah, malas untuk produktif. Juga tergesa-gesa dalam menuntut ilmu adalah kegelisahan, meski kebutuhan didepan sangat diperhitungkan. Ntah darimana kan memulai bacaan, karena sangking kurangnya pemahaman kita disana- disini. 


"Dan memang manusia bersifat tergesa-gesa"
(Al-Isra' : 11)

Selalu ada pilihan dalam segala kesempatan, bukan?
Termasuk memilih seperti apa iman yang kau inginkan..

Ketergesaan dalam memutuskan untuk berlama-lama dalam media sosial,
Ketergesaan dalam memutuskan untuk memenuhi lambung dengan makanan,
Ketergesaan dalam memutuskan untuk memikirkan yang tidak perlu kita pikirkan,
Ketergesaan dalam memutuskan untuk menulis yang tak layak untuk dibaca,
Ketergesaan dalam memutuskan untuk berbicara yang tak layak untuk didengar,
Ketergesaan dalam memutuskan untuk tertawa dalam kondisi yang tidak tepat.

#SelamatBijakDalamMemutuskan

Semoga Allah tuntun hati kita pada keimanan yang semestinya:)

Menjadi Diri Sendiri

Karena memahami tentang kalimat "Jadilah diri sendiri" sepenuhnya bukan tentang kita. Bukan tentang Koleris, Sanguinis, Melankolis, atau Plegmatisnya kita. Diri Sendiri bukan tentang siapa yang kita cintai atau siapa yang mencintai kita. Bukan tentang seberapa banyak postinganmu dimedia sosial, juga bukan seberapa banyak teman chat mu di room messanger Diri sendiri bukan tentang seberapa indahnya kalimat-kalimat yang kau rangkai hingga peroleh kekaguman, bukan juga seberapa rumit editan gambar yang 'katanya' penuh makna. Diri sendiri bukan tentang selfie yang cetarnya membahana. Bukan tentang seberapa sering kita ganti profile picture di BBM, WhatsApp, Line, Twitter, Fb, Instagram, dan sebagainya. Bukan juga tentang seberapa besar kita ingin tahu tentang aktivitas dan kehidupan orang lain.

Diri sendiri itu, tentang bagaimana caranya Istiqomah pada setiap anak tangga yang didaki. Ia akan tetap menanjak, semakin lama akan semakin tinggi, namun dengan tantangan yang juga semakin berat. 
Diri sendiri, tentang bagaimana bertahan dalam kondisi keimanan yang stabil. 
Tentang hati yang tawadhu' dihadapan manusia dan Tuhan.
Diri sendiri sepenuhnya tentang kenikmatan batin, saat yang lain sibuk dengan memahami karakter masing-masing individu, ia sibuk dengan penerimaan dan kelapang-dadaannya terhadap sesama.
Diri sendiri, tentang hakikat cinta. Bukan tentang siapa yang kita cintai atau siapa yang mencintai kita. Tapi bagaimana ia mampu bekerja jiwa-raga dalam pembuktiannya.

Jangan mau disibukkan dengan hal-hal yang "bukan dirimu". Karena yang sebenarnya kita, adalah apa-apa yang membuat hati kita nyaman dan iman kita stabil.
Jika segala yang mubah ini justru membuat kita tidak tenang, gelisah berkepanjangan,

lalu kenapa masih ragu meninggalkannya?

Selasa, 06 Oktober 2015

Sepucuk Surat, untuk mereka yang sudah pasti tak membacanya

Lalu kita, akan selalu dihadapkan pada pilihan-pilihan yang berujung pada keputusan. Ntah itu pilihan tentang kehidupan didunia saat ini, atau nanti jika kelak sudah mati diakhirat. Meski Tuhan sudah takdirkan tetang akhir cerita hidup kita, tapi tidak ada salahnya jika terus mencoba memperbaiki seperti apa akhir yang kita inginkan. Atau pun, jika hidup menuntun kita untuk mengambil keputusan, tidak ada salahnya 'kan jika pilihan itu tak sesuai dengan yang diharapkan mereka yang tercinta?

Ini surat, untuk Papa, Mama, dan Mas dirumah, yang barangkali akan mengecewakan mereka.

Sepenuh cinta Nanda, untuk mu Ibu... Yang melahirkan dan membesarkan, yang darinya jasad menjdi kuat dan tulang pun tak rapuh. Ibu, semakin usia ku dewasa, aku semakin paham tentang bagaimana mencintaimu. Dulu, saat aku iri melihat kedekatan antara seorang putri dan Ibunya, ntah itu langsung atau via suara, aku ingin sekali merasakan apa yang mereka rasa dan lakukan. Betapa ingin aku berdekat-dekat lahir-batin dengan mu, betapa aku ingin melepaskan segala sesak tentang hidup ini kepadamu, betapa juga aku ingin selalu bisa memelukmu dengan hangat. Karena jarak yang begitu terukur, aku tak bisa. Aku gagal menjadi seorang anak, meski disamping itu semua selalu berusaha menjadi yang berbakti. Namun kali ini, seminggu terakhir aku merasa kau berbeda, Ibu. Ada batin yang melembut disana, ada jiwa yang mungkin semakin rapuh tapi tak kau tampakkan dalam lekuk tawa kita. Ada emosi yang mereda, amarah yang mengalah. Ibu....semakin aku sadari, aku semakin menangis haru, adakah ini pengabulan do'a agar Allah lembutkan hati mu? #semoga

Sekuat raga menggapai cita, untuk mu Ayah.... Kapten di kesatuan, Kapten juga untuk keluarga kecil kita. Ayah, yang kelak akan menyambut tangan imam ku dalam satu nafas, maafkan Nanda yang tak mampu mengucapkan segala cinta yang terpendam. Juga cintamu, yang aku tahu meski ia tak pernah diucapkan.  Karenaseperti biasa, Ayah mencintai dalam diamnya. Pahamku tentang kekhawatiranmu akan masa depan ku. Sebab tak ada Ayah yang ingin anak perempuannya hidup susah dan menderita. Namun izinkan aku, Yah...jika boleh, untuk bertanggungjawab atas segala pilihan hidup(mati)ku . Pilihan, yang semoga kelak mampu mengantarkanmu ke FirdausNya Allah, sebab selama hidup, aku menjadi salah satu yang diamanahi oleh Tuhan ditanganmu.

Mas, maafkan dinda yang selalu menyusahkan. Kau yang selalu mengalah ntah dari yang aku sadar apalagi tak sadar. Seberapa sering adik manja ini minta ini dan itu ditengah-tengah kebutuhanmu, bahkan pun ketika saat aku sudah bekerja dan kau sudah menikah. Benar-benar menyusahkan:(


Atas segala kondisi ini, aku paham betapa sering  kakak laki-laki ini menawarkan untuk menjadi Polisi Wanita, atau Ayah yang memiliki kenalan Pimpinan Cabang Bank Mandiri, juga lowongan-lowongan lainnya yang masih saja disampaikan meski berbagai alasan sudah diutarakan. Lalu disana, kau Ibu yang menjembatani. Barangkali mereka tahu, kekeraskepalaanku hanya dikalahkan oleh sebuah kalimat stimulus darimu.

Tapi Ayah, Ibu, Mas... izinkan kali ini aku berdiri diatas kaki ku sendiri, kuat dengan kekuatan yang aku kumpulkan sendiri, bertahan dengan ujian yang aku ciptakan sendiri. Izinkan, izinkan aku untuk bertanggungjawab terhadap pilihan-pilihan yang mungkin tidak menguntungkan kita didunia, sebab aku punya mimpi yang jauh lebih besar daripada hanya tentang dunia ini saja. Izinkan saja. Lalu setelah itu, biarkan arus kehidupan ini mengantarkan kita pada jalan-jalan yang Dia tentukan.



Sepucuk Surat, untuk mereka yang sudah pasti tak membacanya
06 Oktober 2015

Sabtu, 26 September 2015






"IMAN INI; bukan sedang menurun atau futur, hanya merasa ia pernah lebih baik sebelumnya"






Jumat, 25 September 2015

Teman… Sungguh, kita selalu bersama.

Kau hadir dalam setiap inspirasiku, Aku hadir dalam setiap kalimat kalimat yang tersusun itu.
Maka jika ingin membersamaimu, aku hanya butuh memejamkan mata lalu mengingat-ingat tentang hal yang kita pernah ada didalamnya. Atau tentang beberapa yang kita terlupa, atau lalai padanya.  Atau, jika kau sedang rindu akan aku, pejamkan juga matamu, rasakan setiap rembesan kalimat yang tertulis, semoga tidak mengurangi makna dari kebersamaan kita.

Sungguh, kita selalu bersama.

Setiap paragraph dari yang tertulis, tidak lebih dari diriku yang pura-pura baik untuk membaikkanmu, juga membaikkan diriku. Ia tak beda jauh dengan jasadku yang tampak, sebab jika Allah berkehendak membuka seluruh yang tertutup, akan ada banyak kau temui amal yang retak disana, hati yang kotor, pikiran yang tak jernih, atau rupa yang tak sesempurna seperti yang terlihat. 

Sungguh, teman..kita selalu bersama ‘kan?

Maka dari segala yang rombeng itu, aku tutupi ia dengan kata demi kata yang kuharap membawa kebaikan untukmu. Agar apa? Agar ia mampu melengkapi segala kecacatan amal ini, agar ia mampu menjadi pelengkap dari yang kurang, atau penyempurna dari yang tak utuh.


Aku, dalam setiap kalimat ini pun membutuhkan yang mengingatkan. Layaknya fisik yang mungkin memiliki kekurangan, begitupun yang tertulis disini, jauh dari kata baik. Maka jangan pernah bosan untuk menjadi guruku, jangan pernah bosan mengajarkanku tentang segala yang salah dan keliru, jangan juga bosan untuk membersamaiku, selalu:’)

Maka aku, sesungguhnya selalu hadir di tengah-tengah keberadaanmu, lewat kalimat-kalimat yang berantakan ini.