"Wahai orang-orang yang beriman!Jika kamu menolong (agama) Allah, niscaya Dia akan menolongmu dan meneguhkan kedudukanmu-Muhammad:7"

Rabu, 28 Oktober 2015

Semoga tidak terburu-buru dalam menunggu jawaban Tuhan

Untuk kita yang sedang menanti dalam kesahajaan, semoga hiruk pikuk perhelatan saudari tidak menjadikan hati ini bertanya "kapan", karena sejatinya kita selalu berdo'a bukan, agar Allah tidak mempercepat apa-apa yang tertunda, juga tidak menunda apa-apa yang dipercepat. 

Lalu dari yang tertakdir itu, untuk kita yang sedang berjuang keras dalam penjagaan, semoga tidak ada do'a dan pengharapan yang memaksa Maha Kuasa. Tuhan, sudah menuliskan. Hanya Dia tidak menginfokan. Sebab Dia tahu, "bagaimana" kita menginginkan, kemudian memberikan ruang untuk berjuang sesuai dengan yang kita pahamkan.

Untuk kita yang sedang membaikkan diri dalam setiap laku dan gerak akhlak. Semoga ianya menjadi penjaga kini, juga nanti saat berpapasan diatas pelaminan. Karena sedetik setelah kata "sah" itu diucapkan, ada pembuktian terhadap apa yang selama ini diperjuangkan. 

Diluar sana, banyak proses yang sedang berjalan, Ukhti..
Banyak khitbah lalu akad yang akan dilangsungkan...
Banyak juga walimah yang akan diselenggarakan...

Maka untuk kita yang merasa lelah dengan kesendirian, penat dalam penantian, bosan dengan pertanyaan, tidak ada yang lebih mengindahkan selain mengembalikan segalanya pada Yang Maha Lathif. Juga cara lain, adalah dengan mengenang kisah lalu yang membanggakan kita sebagai umat islam. Atau pelajaran dari ahli Sufi, atau para Pembaharu agama ini. Kisah apa saja. Bentangkan! Lalu rasakan jika harus ada bulir bening yang berjatuhan, ntah itu bermakna kita haru, bangga, atau bahkan malu jika kelak berpapasan dengan mereka bersebab faqirnya diri lagi tiada yang utama dalam amal ini.

Juga untuk kita yang anggun dalam setiap pemaknaan kerja, ilmu, dan ibadah...semoga ia mengistiqomahkan, hingga nanti Allah pertemukan dengan pujaan dalam sebaik-baiknya keadaan, setinggi-tinggi tawakkal, juga selurus-lurusnya 'Aqidah.

Ada niat yang senantiasa diluruskan,
Sabar yang senantiasa dikuatkan,
Ilmu yang senantiasa ditambahkan,
Amal yang senantiasa dibaik-kan,
Ibadah yang senantiasa diluruskan,
Serta Aqidah yang senantiasa dibersihkan.

Kita, semoga tidak terburu-buru dalam menunggu jawaban Tuhan
:)

Selasa, 27 Oktober 2015

Lalu saya merasa, bahwa setiap yang ditulis bukan perkara luar biasanya intelektual dan pengetahuan yang dimiliki. Bukan juga karena mahirnya jemari dalam penyusunan kalimat per kalimat. Tapi setiap kata, tersusun secara tidak sengaja oleh HATI yang nyaman dalam keimanan. Tak akan ada kalimat yang terangkai jika ambisi untuk memperlihatkan kehebatan begitu besar, tidak ada juga setiap kalimat bermakna jika apa-apa yang ditulis tidak dari hati. 
Lalu apa? 
Tak akan ada yang sampai.

Maka yang diperbaiki bukan ilmu dan kemahiran, meski keduanya sebagai penunjang dalam berkarya. Yang mesti dihebatkan adalah hati kita, iman kita. Lalu kita berdo'a agar ia menjadi yang bermanfaat untuk sesama.

Jadi wajar-wajar saja jika Tulisan Lepas ini berjarak waktu, karena memang begitulah HATI, ia hadir dengan keimanan yang naik dan turun, kuat dan lemah.



:)
:)
:)

HANCURKAN saja!

Karena terkadang, kita terlalu sering didominasi oleh perasaan kita sendiri, hingga menutup ruang untuk mereka yang berusaha menebar pelangi dalam setiap sisi hati hamba Allah. 

Benar jika ukhuwah itu tentang ruh-ruh yang bersesuaian,
Benar jika setiap orang memiliki tempat dan ruang dihati kita dengan porsi yang berbeda,
Benar jika semua yang kita kenal dan temui memiliki urutan yang tak sama pula,

Hanya saja… dari poin-poin kebenaran ini, jangan sampai mereka yang tulus, tertutup kesempatan untuk menjadi yang utama bagi kita, setidaknya ini menurut mereka. Adapun kita, yang menguasai hati ini tak bisa memungkiri bahwa batasan-batasan itu pasti ada. Lalu kita teringat, bukankah Nabi kita mengajarkan bahwa, memperlakukan setiap insan selamanya istimewa, hingga semua sahabat merasa, bahwa merekalah yang istimewa bagi baginda. Tapi beliau, lebih mencintai Abu Bakar. 

Begitulah kita seyogyanya, 

Bahwa setiap kita fitrahnya memang memiliki kecenderungan. Hanya jangan sampai, kecenderungan itu menjadi benteng yang kokoh untuk menghadang kekuatan mereka yang tulus dalam berbagi, sebagai umat Muhammad. Sebab mereka – umat Muhammad paham, bahwa baiknya islam mereka tidak akan tercapai kecuali jika dan hanya jika mereka mampu saling mencinta, seperti mereka mencintai diri mereka sendiri. 

Perlakuan ini, atau sering kita sebut ia sebagai Akhlak – kata Imam Malik adalah salah satu ciri atau pondasi insan dalam bermuamalah. Selebihnya, ada akhlak “Jangan Marah, maka bagimu syurga”, ada juga “Muslim itu berkata baik atau diam”. Satu lagi lupa (hehehe).

Maka Hancurkan saja segala benteng perasaan yang ada.

HANCURKAN!

Hingga hati-hati kita mampu meraba, merasakan, dan melihat betapa banyak mereka yang hadir dan membawa senyum kebahagiaan, ternyata selama ini terabaikan karena terlalu tingginya benteng itu. Kebaikan tak lagi Nampak. Ketulusan tak lagi terasa. Senyuman pun tak lagi mesra.

HANCURKAN saja!

Agar hati kita lebih leluasa untuk menerima segala kurangnya saudara. Agar hati kita lebih lapang dalam bersaudara. Juga agar hati kita lebih fleksibel untuk saling mengindahkan.



Ada kalanya aku yang memiliki benteng itu, 

Juga ada kalanya aku yang berbagi pelangi itu.

PKPU Bukittinggi

Jumat, 23 Oktober 2015

Untuk Alasan Inilah...

Untuk alasan inilah seharusnya kita tidak pernah bosan untuk membaca ulang, mengingat ulang, dan mempelajari ulang tentang apa-apa yang sudah pernah kita lakukan sebelumnya, tentang apa-apa yang sudah pernah kita baca sebelumnya, tentang hal-hal yang sudah pernah kita pelajari sebelumnya. Sebab bisa jadi, kemampuan penerimaan kita yang pertama berbeda dengan kemampuan penerimaan kita yang kedua, ketiga, keempat, dan seterusnya. Bisa jadi juga, perbedaan itu karena perubahan sudut pandang yang awalnya lebih sempit dan saklek, justru kali yang berikutnya lebih luas dan luwes. 

Tadi malam, sempat mengulang kembali bacaan tentang hadist-hadist dihalaman awal Syarah Arba’in karya Imam An-Nawawi. Hadist ke-empat, tentang TAHAPAN PENCIPTAAN MANUSIA DAN AKHIR KEHIDUPANNYA. Nah loh, langusng kebukti kan kalau kita baca ulang, judulnya lebih hapal (hehehe)

-----------------------------------------------------------------------------------------------------------

Beberapa hari yang lalu sempat melihat sebuah foto seorang wanita yang memang tidak menutup aurat secara sempurna, diunggah dimedia sosial. Masih terbentuk lekuk tubuhnya. Lalu captionnya dengan pertanyaan “Menutup aurat seperti apakah ini?” (The End)
Kemarin saya masih istighfar-kan apa yang terlihat ini. Ngga tahu juga ntah itu istighfar kita yang sok suci, atau istighfar yang memohonkan ampun atas beliau. Tapi begitulah kita, terlalu sering focus pada apa yang terlihat, sedang bahagian yang kita tidak tahu sering diabaikan padalah ia menjadi penentu; HATI.

Hubungannya dengan hadist yang saya baca (ulang)?

Pemahaman hadist ini ditutup dengan kalimat indah oleh Ibnu Jarir Al-Haitami, seorang sufi asal Persia, ikhwah… katanya, “Sesungguhnya su’ul khotimah disebabkan oleh HATI KECIL yang dimiliki oleh seorang hamba yang tidak bisa dilihat oleh manusia. Ada kalanya seorang beramal dengan amal ahli neraka, padahal didalam hatinya ada kebaikan yang tersembunyi, lalu mendominasi dirinya diakhir hayatnya sehingga ia mendapat khusnul khotimah”. Maka berlaku pula lah sebaliknya. Jangan jumawa, untuk kita yang hari ini adalah hari-hari yang dipenuhi dengan kebaikan, pekerjaan yang baik, keluarga dan lingkunagn yang baik, namun tersimpan didalam hati kecil rasa sombong bahkan pun sebesar biji zarrah, dan ia mendominasi kita hingga diakhir hayat, bisa saja (na’udzubillah)…bisa saja akhir hidup kita su’ul khotimah. Tsumma na’udzubillah……

Sungguh tak ada yang bisa kita hakimi tentang HATI KECIL hamba Allah, meski apapun tampilan mereka hari ini, apapun ucapan yang mereka katakan, atau sikap yang mereka tampakkan, sungguh disaat yang sama kita tidak bisa mengatakan diri kita lebih baik darinya. Allah lah Yang Maha Tahu hati seorang hamba. Sedang apa-apa yang kita upayakan, cukupah ia menjadi bekal dan partikel-partikel yang akan mengantarkan kita kepada akhir yang baik. Aamiin ya Rabb..

-----------------------------------------------------------------------------------------------------------

Balik ke cerita gambar wanita tadi, atau wanita lain, atau artis yang kita tonton di televisi, jika sikap, akhlak, bicara, dan cara berpakaian mereka membuat kita beristighfar, coba lihat kembali, atas dasar apa kita beristighfar?
Alangkah lebih bijaknya jika kita justru mendo’akan, agar mereka Allah bukakan hidayahNya.

Wallahu'alam bish shawab
.
.
.
.
.
SO???
Jangan cepat memutuskan untuk menilai seseorang
Jangan bosan untuk melakukan berkali-kali dalam segala hal
Jangan bosan buat berkunjung #Ehh



PKPU Bukittinggi

Rabu, 21 Oktober 2015

Sampai jumpa nanti 30 Oktober 2015

Dear calon imam saudariku,

Siapapun kamu, awalnya hanya orang asing. Tak kenal lebih jauh dan lebih dalam tentang saudari ku ini. Pernikahan sudah mengikat kalian. Mahar sudah diserahkan sebagai bukti untuk saling berkerelaan. Maka untuk nanti, kekurangan yang akan kau lihat semoga tak memudarkan cinta yang sudah bersemi seba'da akad. Dia ini rapuh, akhi... diam-diam dia mengadu kepada Rabbnya dalam kelemahan. Maka keasinganmu, semoga tak lama.. Lalu diganti dengan keakraban yang semakin hari semakin besar dan membesarkan keta'atan kalian berdua. 

Atas izin ayahnya,
Atas ijab yang kau qabul-kan. Saudariku ini, ada yang memilukan dihatinya. Laki-laki hebat yang memperjuangkan penghidupannya, lalu kini ketika ia tumbuh, kau ambil ia dari lelakinya. Semoga cara mu meminta mendatangkan ridha untuk saudariku, juga ridha untuk mu yang sudah menjadi bahagian dari keluarga sederhananya. Sebab kau juga harus paham sebuah ungkapan kami-kaum hawa kepada seorang ayah, "Dad...someday i will find my prince. But you are still my king". Ia tetap hebat untuk saudariku dan keluarganya, dengan segala keterbatasan dan kekurangan. Jadi pahamilah... Karena aku pun memahami, tentang bakti yang harus kau dahulukan 3X sebagai sunnah nabi kita... Juga saudariku ini paham sekali akan itu.

Akhi.... ada banyak problematika dalam pernikahan semenjak kalian bersanding diatas pelaminan. Tapi ia kecil, ia remeh, jika Allah yang kita besarkan. Bukan ini yang akan aku pesankan, sebab kau lebih paham. Aku hanya berpesan, kelak... ketika kalian sudah saling disibukkan dengan hak dan kewajiban masing-masing, tetaplah istiqomah dan meng-istiqomahkan saudariku ini dalam kekebaikan. Aku, memang saudarinya. Tapi tak serta merta mampu menguatkannya seperti yang sebelumnya. Karena akan ada kekuatan yang lebih istimewa. Maka jadilah istimewa untuk lahir dan batin dia:") 

Istimewalah dengan caramu, akhi. Tak perlu menjadi orang lain, jadilah kamu dengan iman yang terus diperbaharui, niat yang senantiasa diluruskan, dan taat yang terus meningkat. Tak perlu obral janji, tak perlu jauh dalam angan, cukup amal yang membuktikan. Karena kita mendengar, bahwa CINTA oleh Umar bin Khattab adalah kerja jiwa raga dalam pembuktian.

Juga tak perlu jumawa dalam rentang bulan madu. Seperti yang kekinian terjadi. Kata mesra, panggilan sayang, upload foto berdua dimedsos, alangkah baiknya untuk dihindari. Terlepas karena alasan menjaga perasaan yang masih sendiri, alasan lainnya adalah menjaga izzah saudariku. Tak perlu kau ganti gambar profil facebookmu dengan fotonya, karena toh selama ini ia sudah menjaga dirinya. Maka jangan kau robohkan penjagaan yang sudah dibangunnya. Cukup teruskan, atau kuatkan.

Lalu, untuk mu saudariku, juga untukmu calon imam saudariku... 
Semoga kalian saling mencinta sekedarnya. Cinta yang justru melipat-gandakan cinta pada Rabb kita, yang justru mendatangkan ketaatan demi ketaatan. Juga cinta yang marahnya karena Allah dan rindunya karena Allah. 

Sampai jumpa nanti 30 Oktober 2015


Jumat, 16 Oktober 2015

Salah apa 'Atiq?

Salah apa 'Atiq?

Dia yang tetap teguh dengan kehanifan jiwanya, tak ikut-ikutan dengan penyembahan berhala, malaikat, jin, dan rasi bintang dikalangan masyarakat saat itu. 

Agama Ibrahim telah tergantikan...
Mereka yang hatinya jujur bertanya-tanya tentang sepeninggalnya, siapa Nabi berikutnya, kapan masanya, dan dimana ia?

Adalah Qus bin Sa'idah Al Iyyadi, Zaid bin 'Amr bin Nufeil, dan Warakah bin Naufal yang hatinya tali temali dengan agama Nabi Ibrahim yang hanif. Dari mulutnya keluar kalimat-kalimat tauhid, mendendangkan Nabi yang akan datang. yang dengannya akan menghancurkan segala berhala. Maka kepada merekalah 'Atiq sering berkunjung, mendengarkan segala yang disampaikan, bahkan menghapal segala sya'ir yang didendangkan, guna mengambil hikmah, petunjuk, dan bimbingan.

'Atiq tak merasa yakin dengan penyembahan berhala, ia tak habis berpikir, manusia yang dapat melihat, mendengar, berbipikir kemudian tiba-tiba sujud dan tersungkur kepada deretan batu-batuan yang tak dapat mendengar, melihat, apalagi mengetahui yang benar.
Ia begitu menderita, kerinduan akan hadirnya sosok yang mengetahui kebenaran ini membawanya kepada orang-orang yang memiliki pengetahuan tentang Kitab Suci, yakni mereka yang masih hidup dalam sisa sisa aqidah yang hampir musnah.

Lalu salah apa 'Atiq?
Saat tanda nubuwah itu hadir, dengan tersebarnya berita bahwa salah seorang manusia mengaku Nabi, ia hanya berkata , "Jika demikian, benarlah ia!"
Saat 'Atiq menemukan manusia mulia itu dirumahnya, bukan untuk membuktian kebenarannya, sebab ia sudah yakin akan kejadiannya, ia..hanya perlu mendengar lebih jelas dari Muhammad secara langsung. Maka setelah itu, ia pun menjabat tangan Rasulullah dan bersyahadat, tanpa tanya tanpa ini itu. Keimanan ini, bukan sembarang keimanan. Ia mendapatkannya dari susah payah dan usaha yang besar, demikian pula ia beriman dari hasil berfikirnya, bukan sensitifitas perasaan, melainkan kecerdasan.

Salah apa 'Atiq?
Saat hanya dia yang membenarkan tentang perjalanan Isra' Mi'raj Rasulullah, perjalanan semalaman dari Mekah ke Baitul Maqdis di Siria, kemudian ia berujar ,"Saya akan mempercayainya walaupun lebih dari itu. Saya mempercayainya mengenai berita langit yang diterimanya, baik diwaktu pergi maupun ketika kembali"

Saat hanya 'Atiq yang menemani Rasulullah dalam proses hijrah ke Madinah, lalu dalam ketakutannya Rasulullah menenangkan dengan kalimat, "Wahai Abu Bakar, jangan bersedih, sesungguhnya Allah bersama kita!"

Lalu saat perang Badar, ketika pasukan muslimin terancam kalah, maka Rasulullah berdo'a dengan menengadah kelangit. Suaranya menjadi serak, permohonannya bertubi-tubi hingga kainnya jatuh dari bahunya. Lalu 'Atiq datang menghampirinya dengan tenang, kemudian diambilnya kain Rasulullah dan ditaruhnya kembali ditempat semula. Ia berkata
"Wahai rasulullah, cukuplah kiranya anda memohon kepada Allah. Karena sungguh! pastilah Ia akan memenuhi apa yang telah dijanjikanNya kepada anda"

Atau bahkan, saat manusia mulia itu wafat, justru ia yang terdepan dalam menenangkan Umar dan kaum muslimin lainnya dengan mengatakan ,"Hai kaum muslimin! Barang siapa yang menyembah Muhammad, maka Muhammad telah wafat. Dan barang siapa yang menyembah Allah, maka Allah tetap hidup dan takkan mati", lalu ia membacakan surat Ali-Imran : 144

Lalu dimana salah 'Atiq, saat sebahagian mereka mengecam penuh bahwa kekhalifahan pertama tak layak dipegangnya, saat tak ada yang meyakini Rasulullah ditengah kaumnya, justru ia gagah dengan kalimatnya, "Jika ia yang mengatakan, maka benarlah ia", atau saat Allah tetapkan ia sebagai teman seperjalanan saat hijrah? Adakah yang lebih istimewa dibanding berlama-lama bersama yang ma'shum?

Atau saat ulama Syi'ah mengatakan bahwa Abu Bakar dan Umar tidak pernah beriman kepada Rasulullah, dan mengatakan bahwa Abu Bakar telah berbuat syirik dengan memakai kalung berhala saat shalat dibelakang Nabi dan bersujud untuknya. Atau berbagai tuduhan lainnya bisa dilihat di : http://abiubaidah.com/syiah-menghujat-sahabat-nabi.html/

'Atiq adalah Abu Bakar Shiddiq (yang teramat percaya)

Kamis, 08 Oktober 2015

AL-Isra' : 11

Kita hidup, untuk menyenangkan HATI. Bukan sepenuhnya tentang memuaskan jasad dan pikiran, meski Rasulullah perintahkan kita untuk menyeimbangkan ketiganya. Ia pas kan tentang kebutuhan jasad sepertiga dari masing-masingnya ; nasi, air, dan udara, juga ia sabdakan bahwa yang meuntut ilmu Allah adalah mereka yang sedang Allah tunjukkan jalan kesyurga.

Namun sesungguhnya...
Yang membuat kita tenang bukan tentang keduanya, tapi hati menjadi penentu. Ia biasa kita simbolkan dengan IMAN. Karena berlebihan dalam makanan akan menyusahkan, memayahkan, dan merugikan. Hingga kita dapati, bahwa keberlebihan dalam hal mubah bisa mengkhawatirkan pada keimanan. Sebab ia akan menjadi berat untuk beribadah, malas untuk produktif. Juga tergesa-gesa dalam menuntut ilmu adalah kegelisahan, meski kebutuhan didepan sangat diperhitungkan. Ntah darimana kan memulai bacaan, karena sangking kurangnya pemahaman kita disana- disini. 


"Dan memang manusia bersifat tergesa-gesa"
(Al-Isra' : 11)

Selalu ada pilihan dalam segala kesempatan, bukan?
Termasuk memilih seperti apa iman yang kau inginkan..

Ketergesaan dalam memutuskan untuk berlama-lama dalam media sosial,
Ketergesaan dalam memutuskan untuk memenuhi lambung dengan makanan,
Ketergesaan dalam memutuskan untuk memikirkan yang tidak perlu kita pikirkan,
Ketergesaan dalam memutuskan untuk menulis yang tak layak untuk dibaca,
Ketergesaan dalam memutuskan untuk berbicara yang tak layak untuk didengar,
Ketergesaan dalam memutuskan untuk tertawa dalam kondisi yang tidak tepat.

#SelamatBijakDalamMemutuskan

Semoga Allah tuntun hati kita pada keimanan yang semestinya:)

Menjadi Diri Sendiri

Karena memahami tentang kalimat "Jadilah diri sendiri" sepenuhnya bukan tentang kita. Bukan tentang Koleris, Sanguinis, Melankolis, atau Plegmatisnya kita. Diri Sendiri bukan tentang siapa yang kita cintai atau siapa yang mencintai kita. Bukan tentang seberapa banyak postinganmu dimedia sosial, juga bukan seberapa banyak teman chat mu di room messanger Diri sendiri bukan tentang seberapa indahnya kalimat-kalimat yang kau rangkai hingga peroleh kekaguman, bukan juga seberapa rumit editan gambar yang 'katanya' penuh makna. Diri sendiri bukan tentang selfie yang cetarnya membahana. Bukan tentang seberapa sering kita ganti profile picture di BBM, WhatsApp, Line, Twitter, Fb, Instagram, dan sebagainya. Bukan juga tentang seberapa besar kita ingin tahu tentang aktivitas dan kehidupan orang lain.

Diri sendiri itu, tentang bagaimana caranya Istiqomah pada setiap anak tangga yang didaki. Ia akan tetap menanjak, semakin lama akan semakin tinggi, namun dengan tantangan yang juga semakin berat. 
Diri sendiri, tentang bagaimana bertahan dalam kondisi keimanan yang stabil. 
Tentang hati yang tawadhu' dihadapan manusia dan Tuhan.
Diri sendiri sepenuhnya tentang kenikmatan batin, saat yang lain sibuk dengan memahami karakter masing-masing individu, ia sibuk dengan penerimaan dan kelapang-dadaannya terhadap sesama.
Diri sendiri, tentang hakikat cinta. Bukan tentang siapa yang kita cintai atau siapa yang mencintai kita. Tapi bagaimana ia mampu bekerja jiwa-raga dalam pembuktiannya.

Jangan mau disibukkan dengan hal-hal yang "bukan dirimu". Karena yang sebenarnya kita, adalah apa-apa yang membuat hati kita nyaman dan iman kita stabil.
Jika segala yang mubah ini justru membuat kita tidak tenang, gelisah berkepanjangan,

lalu kenapa masih ragu meninggalkannya?

Selasa, 06 Oktober 2015

Sepucuk Surat, untuk mereka yang sudah pasti tak membacanya

Lalu kita, akan selalu dihadapkan pada pilihan-pilihan yang berujung pada keputusan. Ntah itu pilihan tentang kehidupan didunia saat ini, atau nanti jika kelak sudah mati diakhirat. Meski Tuhan sudah takdirkan tetang akhir cerita hidup kita, tapi tidak ada salahnya jika terus mencoba memperbaiki seperti apa akhir yang kita inginkan. Atau pun, jika hidup menuntun kita untuk mengambil keputusan, tidak ada salahnya 'kan jika pilihan itu tak sesuai dengan yang diharapkan mereka yang tercinta?

Ini surat, untuk Papa, Mama, dan Mas dirumah, yang barangkali akan mengecewakan mereka.

Sepenuh cinta Nanda, untuk mu Ibu... Yang melahirkan dan membesarkan, yang darinya jasad menjdi kuat dan tulang pun tak rapuh. Ibu, semakin usia ku dewasa, aku semakin paham tentang bagaimana mencintaimu. Dulu, saat aku iri melihat kedekatan antara seorang putri dan Ibunya, ntah itu langsung atau via suara, aku ingin sekali merasakan apa yang mereka rasa dan lakukan. Betapa ingin aku berdekat-dekat lahir-batin dengan mu, betapa aku ingin melepaskan segala sesak tentang hidup ini kepadamu, betapa juga aku ingin selalu bisa memelukmu dengan hangat. Karena jarak yang begitu terukur, aku tak bisa. Aku gagal menjadi seorang anak, meski disamping itu semua selalu berusaha menjadi yang berbakti. Namun kali ini, seminggu terakhir aku merasa kau berbeda, Ibu. Ada batin yang melembut disana, ada jiwa yang mungkin semakin rapuh tapi tak kau tampakkan dalam lekuk tawa kita. Ada emosi yang mereda, amarah yang mengalah. Ibu....semakin aku sadari, aku semakin menangis haru, adakah ini pengabulan do'a agar Allah lembutkan hati mu? #semoga

Sekuat raga menggapai cita, untuk mu Ayah.... Kapten di kesatuan, Kapten juga untuk keluarga kecil kita. Ayah, yang kelak akan menyambut tangan imam ku dalam satu nafas, maafkan Nanda yang tak mampu mengucapkan segala cinta yang terpendam. Juga cintamu, yang aku tahu meski ia tak pernah diucapkan.  Karenaseperti biasa, Ayah mencintai dalam diamnya. Pahamku tentang kekhawatiranmu akan masa depan ku. Sebab tak ada Ayah yang ingin anak perempuannya hidup susah dan menderita. Namun izinkan aku, Yah...jika boleh, untuk bertanggungjawab atas segala pilihan hidup(mati)ku . Pilihan, yang semoga kelak mampu mengantarkanmu ke FirdausNya Allah, sebab selama hidup, aku menjadi salah satu yang diamanahi oleh Tuhan ditanganmu.

Mas, maafkan dinda yang selalu menyusahkan. Kau yang selalu mengalah ntah dari yang aku sadar apalagi tak sadar. Seberapa sering adik manja ini minta ini dan itu ditengah-tengah kebutuhanmu, bahkan pun ketika saat aku sudah bekerja dan kau sudah menikah. Benar-benar menyusahkan:(


Atas segala kondisi ini, aku paham betapa sering  kakak laki-laki ini menawarkan untuk menjadi Polisi Wanita, atau Ayah yang memiliki kenalan Pimpinan Cabang Bank Mandiri, juga lowongan-lowongan lainnya yang masih saja disampaikan meski berbagai alasan sudah diutarakan. Lalu disana, kau Ibu yang menjembatani. Barangkali mereka tahu, kekeraskepalaanku hanya dikalahkan oleh sebuah kalimat stimulus darimu.

Tapi Ayah, Ibu, Mas... izinkan kali ini aku berdiri diatas kaki ku sendiri, kuat dengan kekuatan yang aku kumpulkan sendiri, bertahan dengan ujian yang aku ciptakan sendiri. Izinkan, izinkan aku untuk bertanggungjawab terhadap pilihan-pilihan yang mungkin tidak menguntungkan kita didunia, sebab aku punya mimpi yang jauh lebih besar daripada hanya tentang dunia ini saja. Izinkan saja. Lalu setelah itu, biarkan arus kehidupan ini mengantarkan kita pada jalan-jalan yang Dia tentukan.



Sepucuk Surat, untuk mereka yang sudah pasti tak membacanya
06 Oktober 2015