"Wahai orang-orang yang beriman!Jika kamu menolong (agama) Allah, niscaya Dia akan menolongmu dan meneguhkan kedudukanmu-Muhammad:7"

Selasa, 06 Oktober 2015

Sepucuk Surat, untuk mereka yang sudah pasti tak membacanya

Lalu kita, akan selalu dihadapkan pada pilihan-pilihan yang berujung pada keputusan. Ntah itu pilihan tentang kehidupan didunia saat ini, atau nanti jika kelak sudah mati diakhirat. Meski Tuhan sudah takdirkan tetang akhir cerita hidup kita, tapi tidak ada salahnya jika terus mencoba memperbaiki seperti apa akhir yang kita inginkan. Atau pun, jika hidup menuntun kita untuk mengambil keputusan, tidak ada salahnya 'kan jika pilihan itu tak sesuai dengan yang diharapkan mereka yang tercinta?

Ini surat, untuk Papa, Mama, dan Mas dirumah, yang barangkali akan mengecewakan mereka.

Sepenuh cinta Nanda, untuk mu Ibu... Yang melahirkan dan membesarkan, yang darinya jasad menjdi kuat dan tulang pun tak rapuh. Ibu, semakin usia ku dewasa, aku semakin paham tentang bagaimana mencintaimu. Dulu, saat aku iri melihat kedekatan antara seorang putri dan Ibunya, ntah itu langsung atau via suara, aku ingin sekali merasakan apa yang mereka rasa dan lakukan. Betapa ingin aku berdekat-dekat lahir-batin dengan mu, betapa aku ingin melepaskan segala sesak tentang hidup ini kepadamu, betapa juga aku ingin selalu bisa memelukmu dengan hangat. Karena jarak yang begitu terukur, aku tak bisa. Aku gagal menjadi seorang anak, meski disamping itu semua selalu berusaha menjadi yang berbakti. Namun kali ini, seminggu terakhir aku merasa kau berbeda, Ibu. Ada batin yang melembut disana, ada jiwa yang mungkin semakin rapuh tapi tak kau tampakkan dalam lekuk tawa kita. Ada emosi yang mereda, amarah yang mengalah. Ibu....semakin aku sadari, aku semakin menangis haru, adakah ini pengabulan do'a agar Allah lembutkan hati mu? #semoga

Sekuat raga menggapai cita, untuk mu Ayah.... Kapten di kesatuan, Kapten juga untuk keluarga kecil kita. Ayah, yang kelak akan menyambut tangan imam ku dalam satu nafas, maafkan Nanda yang tak mampu mengucapkan segala cinta yang terpendam. Juga cintamu, yang aku tahu meski ia tak pernah diucapkan.  Karenaseperti biasa, Ayah mencintai dalam diamnya. Pahamku tentang kekhawatiranmu akan masa depan ku. Sebab tak ada Ayah yang ingin anak perempuannya hidup susah dan menderita. Namun izinkan aku, Yah...jika boleh, untuk bertanggungjawab atas segala pilihan hidup(mati)ku . Pilihan, yang semoga kelak mampu mengantarkanmu ke FirdausNya Allah, sebab selama hidup, aku menjadi salah satu yang diamanahi oleh Tuhan ditanganmu.

Mas, maafkan dinda yang selalu menyusahkan. Kau yang selalu mengalah ntah dari yang aku sadar apalagi tak sadar. Seberapa sering adik manja ini minta ini dan itu ditengah-tengah kebutuhanmu, bahkan pun ketika saat aku sudah bekerja dan kau sudah menikah. Benar-benar menyusahkan:(


Atas segala kondisi ini, aku paham betapa sering  kakak laki-laki ini menawarkan untuk menjadi Polisi Wanita, atau Ayah yang memiliki kenalan Pimpinan Cabang Bank Mandiri, juga lowongan-lowongan lainnya yang masih saja disampaikan meski berbagai alasan sudah diutarakan. Lalu disana, kau Ibu yang menjembatani. Barangkali mereka tahu, kekeraskepalaanku hanya dikalahkan oleh sebuah kalimat stimulus darimu.

Tapi Ayah, Ibu, Mas... izinkan kali ini aku berdiri diatas kaki ku sendiri, kuat dengan kekuatan yang aku kumpulkan sendiri, bertahan dengan ujian yang aku ciptakan sendiri. Izinkan, izinkan aku untuk bertanggungjawab terhadap pilihan-pilihan yang mungkin tidak menguntungkan kita didunia, sebab aku punya mimpi yang jauh lebih besar daripada hanya tentang dunia ini saja. Izinkan saja. Lalu setelah itu, biarkan arus kehidupan ini mengantarkan kita pada jalan-jalan yang Dia tentukan.



Sepucuk Surat, untuk mereka yang sudah pasti tak membacanya
06 Oktober 2015

Tidak ada komentar:

Posting Komentar