"Wahai orang-orang yang beriman!Jika kamu menolong (agama) Allah, niscaya Dia akan menolongmu dan meneguhkan kedudukanmu-Muhammad:7"

Kamis, 25 Februari 2016

Karena Halaqoh hanya sebuah “kesepakatan"


Untuk siapapun yang pernah bergabung dalam lingkaran ini, kembalilah. ..
Untuk siapapun yang masih tergabung dalam lingkaran mulia ini, bertahanlah. ..

Entah sudah berapa banyak kita berganti Murobbi, ada yang mungkin hitungan belasan atau bahkan puluhan kali, dengan ke-intim-an waktu yang berbeda-beda. Juga entah sudah berapa banyak teman dan saudara se-liqo kita yang silih berganti. Bahkan sangking seringnya, dan atau dengan singkatnya waktu untuk bersama, tidak sedikit yang khilaf dan lupa. Bukan melupakan! Tapi benar-benar pikiran kita terbatas untuk mengingat semuanya. Sekali lagi bukan melupakan, karena setiap lingkaran yang kita duduk-duduk didalamnya selalu istimewa.

Lingkaran ini adalah lingkaran “kesepakatan”. Meskipun secara bahasa makna atau artinya Liqo’ adalah pertemuan, tapi saya tertarik memaknainya sebagai sebuah “kesepakatan”. KENAPA?
--------------------------
Kita pasti tidak lupa tentang bagaimana awal-awalnya kita sepakat dengan diri sendiri untuk mencelupkan diri dalam majelis ilmu ini, bukan?  Terutama yang memulainya ditataran Universitas, pasti ingat bahwa jenjang dan tahapannya sama; Mentoring, Follow Up Mentoring, Liqo’, lalu kelas Liqo’ pun terbagi-bagi. Sadar ataupun tidak, ketika kita bertahan untuk melewati setiap jenjangnya, sesungguhnya kita sedang melakukan kesepakatan dengan diri sendiri. Bagaimana tidak, jika diluar sana teman-teman kita memilih untuk berdiam diri dikostan, atau jalan-jalan ke mall, kita justru memilih meluangkan 2 sampai 3 jam waktu kita dalam sepekan untuk melingkar. Masyaa Allah, tidak kah ini sebuah kesepakatan?

Lalu lingkaran itu terus berputar, terus melebar, dan terus meluas hingga satu per satu dari kita silih berganti pergi, entah karena cita-cita ataupun yang lainnya. Lagi lagi kita melatih diri kita, hati, dan perasaan untuk bersepakat dengan diri sendiri, bahwa kita akan “kehilangan” dan akan “digantikan”, dan hal itu adalah keniscayaan. 
 
Lingkaran ini hanyalah sebuah kesepakatan. Diawali dengan kesepakatan tentang targetan ‘amalan yaumi yang kita sanggupi. Ingat. Yang kita sanggupi, bukan yang Murobbi mau-i.  Kurang adil apa coba, kita dengan diri sendiri? Saat itu kita memberikan ruang kepada diri kita untuk berpikir tentang jumlah kesanggupan, lalu sepakat secara berjama’ah untuk memenuhi seluruh targetan. Saya belajar. Benar-benar belajar tentang saling memotivasi diri. Masih segar sekali didalam ingatan saat hati “minder” dengan ‘amalan yaumi saudari. Atau juga, tentang setoran hafalan mereka yang membuat kita miris dengan diri sendiri. Atau … tentang semuanya yang kadang-kadang menampar kita dengan keras. Kita marah? Jelas. Karena buku mutaba’ah (evaluasi) ‘amanlan harian itu , yang kolomnya begitu sederhana, sesederhana kita mengisi tanda chekclis saja, benar-benar menjadi nasihat. Dan tidak selamanya nasihat berupa ucapan, bukan?

Lingkaran ini, hanyalah sebuah kesepakatan. Kesepakatan kita dengan Murobbi kita, kesepakatan kita dengan teman-teman selingkaran kita, kesepakatan bahwa kita semua adalah orang-orang yang sedang dan terus belajar serta memperbaiki diri. Maka kesalahan dan kekeliruan adalah kewajaran. Pembelejaran dan keinsyafan juga adalah keniscayaan. Jujur saja. Siapa yang benar-benar rela, benar-benar ikhlas meluangkan waktunya untuk menasihati kita, mendengarkan keluhan dan curhatan kita, menanyakan kenapa intensitas tahajjud kita sedikit, apa kendala dhuhanya, bagaimana dzikir al-ma’tsuratnya, dan seterusnya, tanpa digaji, tanpa dipuji. Siapa? Maka untuk semua Murobbi kita, semoga Allah limpahkan berkah dan keridhaanNya. Kita mencintai mereka, tanpa mengurangi cinta kita pada Ibu kita. Kita mencintai saudari kita, tanpa mengurangi cinta kita pada saudara kandung kita. Kita mencintai lingkaran ini, kita mencintai setiap kesepakatan didalamnya.

Sungguh tidak lebih setiap kesepakatan yang kuat ini, karena berasal dari sebuah kesepakatan besar yang dulu pernah kita ucapkan dengan Rabb kita;Alas tubirobbikum,  Qoolu bala syahid’na (7;172)

Jazaakillah Khairan untuk semua kesepakatan ini.

Jangan hiraukan apa yang saya ucapkan, karena ia hanya bahagian dari sesuatu yang tidak kuasa saya ucapkan secara langsung kepada mereka. Juga hanya bahagian dari upaya saya untuk mengumpulkan yang tercecer, menyusun yang tak beraturan.
Semoga Allah istiqomahkan kita, dalam lingkaran ini, dalam kesepakatan ini

Duhai sahabat dengarkanlah bicara hatiku ini…
Meskipun jarak memisahkan, namun tiada rentap kasih
Biarlah waktu menentukan nilai ukhuwah yang terjalin
Teruskan perjuangan ketitisan darah yang terakhir
Dan aku….
Masih disini, terus mendaki, puncak tertinggi hidupku.
Dan aku…
Terus menanti saat yang manis akan berulang kembali, Sahabat
Sahabat by Devotees

Malam Jum’at yang penuh berkah,
25 Februari 2016 - 9.42 PM


Tidak ada komentar:

Posting Komentar